Inibaru.id – Selain azan, orang Indonesia biasanya mengetahui tanda waktu berbuka puasa dari suara sirene yang dinyalakan di masjid-masjid. Barulah beberapa saat kemudian, disusul suara azan. Nah, sirene yang ada di Blora sangat nggak biasa, Millens. Maklum, sirene ini merupakan peninggalan Belanda!
Selain untuk berbuka puasa, suara sirene ini juga dipakai untuk menandakan waktu imsak di kabupaten yang berbatasan langsung dengan Jawa Timur tersebut.
Oya, Millens, sirene ini ada di depan Pendapa Rumah Dinas Bupati Blora. Warga sekitar menyebut sirene ini dengan ‘Nguuk’. Posisinya ada di ketinggian 15 meter sehingga disangga sebuah tiang besi. Suara sirene yang nyaring ini bahkan disebut-sebut bisa terdengar sampai radius 2 km, lo.
Salah seorang warga yang tinggal dekat dengan lokasi ‘Nguuk’, Lukman, menyebut sirene ini diperkirakan sudah lebih dari 100 tahun. Namun, baru berfungsi jadi sirene buka puasa dan imsak di masa Orde Baru.
“Menurut cerita turun-temurun dari leluhur yang sudah ada, kemudian ‘Nguuk' ini sekitar 1979 sirene ini baru dialihfungsikan untuk penanda buka puasa,” ujar Lukman, Kamis (29/4/2021).
Dulu Sempat Dilarang
Mantan Kasubbag Rumah Tangga Setda Blora Sukardji menceritakan awal mula sirene peninggalan Belanda ini dipakai jadi penanda imsak dan buka puasa. Padahal, awalnya, sirene ini nggak boleh dipakai kecuali jika ada bahaya atau kebakaran. Kalau di zaman kolonial, sirene ini berfungsi sebagai tanda jam malam. Jadi, setelah sirene ini berbunyi, pemerintah Belanda melarang warga keluar rumah.
“Pertama kali sirene dijadikan penanda buka puasa karena dulu penanda buka puasa pakai mercon oleh takmir masjid. Namun mercon selurutannya itu ke atas nggak bunyi, malah menjatuhi rumah dan hancur. Itu sekitar 1979… maka diganti dengan sirene,” ujar Sukardji, Senin (19/4/2021).
Sukardji mengaku sempat memperbaiki sirene ini tujuh kali selama 30 tahun merawatnya. Maklum, karena usianya tua, terkadang bagian kumparan dimasuki lebah atau lalat sehingga terjadi korsleting listrik.
“Untuk menghindari kerusakan, corong itu diberi sarang dan ditutup menggunakan kasa agar hewan-hewan kecil nggak bisa masuk dan bikin korslet,” ceritanya.
Nggak Boleh Digeser Posisinya
Soal lokasi sirene ‘Nguuk’ ini, nggak berubah sedikitpun dari kali pertama Belanda memasangnya.
“Nggak ada yang berani memindahkannya. Dulu ‘ndoro’nya bilang jangan diubah-ubah," pungkas Sukardji.
Sayangnya, karena faktor usia, suara sirene yang dulu sangat nyaring dan terdengar hingga 15 km kini semakin pelan. Selain itu, penggunaannya juga dibatasi. Jadi, selain saat Ramadan, ‘Nguuk’ hanya dinyalakan saat Tahun Baru serta saat Detik-Detik Kemerdekaan RI di tengah Upacara 17 Agustus.
Jadi penasaran ya, Millens, seperti apa suara sirene peninggalan Belanda yang jadi tanda buka puasa di Blora. (War, Mur, Kom/IB09/E05)