BerandaHits
Kamis, 28 Agu 2024 16:35

AMSI Soroti Tantangan Penggunaan AI dan Peluang di Era Digital

AMSI menggelar diskusi Indonesia Digital Conference (IDC) 2024 di Hotel Santika Premiere, Jakarta (28/8/2024). (dok. AMSI)

Di tengah adopsi kecerdasan buatan (AI) yang semakin luas, muncul tantangan terkait hak penerbit dan ketimpangan pendapatan antara media dan platform digital. Isu ini disampaikan dan dibahas dalam Indonesia Digital Conference (IDC) 2024 di Jakarta.

Inibaru.id - Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam setahun terakhir mengalami peningkatan signifikan, termasuk di kalangan publisher anggota Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI). Teknologi ini telah diadopsi dalam berbagai aspek, seperti penyuntingan, penandaan otomatis (automatic tagging), pengisi suara (voice-over), hingga pembuatan avatar.

CEO KG Media, Andy Budiman, dalam diskusi di Indonesia Digital Conference (IDC) 2024 yang diselenggarakan oleh AMSI di Hotel Santika Premiere, Jakarta (28/8/2024), menegaskan bahwa media memiliki tugas untuk mencerahkan peradaban.

"Oleh karena itu media harus berdamai dan beradaptasi dengan perubahan," ujarnya.

Andy juga menyatakan bahwa adopsi AI akan semakin meluas dan menjadi keharusan, di mana nilai tambah perusahaan media di era AI sangat bergantung pada originalitas dan relevansi konten yang diproduksi.

Namun, Andy juga menyoroti potensi ketimpangan antara platform dengan perusahaan media sebagai publisher. Banyak konten berita yang tersebar di platform media sosial nggak memberikan dampak finansial kepada perusahaan media pemilik konten tersebut, karena iklan lebih banyak masuk ke platform.

Dalam diskusi tersebut digarisbawahi bahwa kolaborasi antara perusahaan media dan platform AI sangat penting. (dok. AMSI)

Selain itu, platform sering kali nggak bertanggung jawab atas konten yang diunggah pengguna, berbeda dengan media yang harus bertanggung jawab atas konten yang mereka terbitkan. Contohnya, pada platform Kompasiana, yang merupakan platform berbasis konten buatan pengguna (User Generated Content/UGC), di mana media tetap bertanggung jawab atas konten yang dipublikasikan.

Andy juga menyoroti bahwa AI sering kali menghilangkan hak penerbit terhadap konten yang diproduksi. Banyak konten yang dihasilkan AI nggak mencantumkan sumber asli dari media yang dikutip, berbeda dengan media lain yang tetap menyebutkan sumbernya. Sebagai contoh, survei yang dilakukan oleh Kompas sering kali dikutip oleh media lain dengan menyebutkan sumbernya, tetapi AI seperti ChatGPT belum tentu melakukan hal yang sama, padahal riset tersebut memerlukan biaya yang besar.

Menanggapi isu ini, Irene Jay Liu, Director AI Emerging Tech and Regulation di The International Fund for Public Interest Media (IFPIM), menekankan pentingnya regulasi yang mendukung kelangsungan hidup penerbit. Regulasi tersebut harus mencakup privasi, perlindungan penerbit, dan aturan hak cipta. Dia mencontohkan beberapa regulasi di negara maju.

"Gugatan hukum di AS dan tindakan regulasi di Eropa memungkinkan pengguna untuk menolak pemrosesan informasi pribadi. Di beberapa yurisdiksi, regulator di Uni Eropa telah mengambil tindakan di bawah GDPR (General Data Protection Regulation)," jelasnya

Irene juga menyarankan bahwa publisher seharusnya memiliki kemampuan untuk memblokir platform AI seperti OpenAI, Microsoft, dan Gemini dari mengindeks situs mereka.

"Kontrol web Google nggak memblokir penggunaan konten untuk ringkasan AI. Satu-satunya cara untuk memblokir ringkasan AI adalah dengan menghapus indeks dari pencarian," ujarnya.

Irene juga menyarankan agar publisher tetap tenang dan terinformasi. “Apa yang harus dilakukan publisher? Jangan panik, tetapi tetap terinformasi. Pantau pembaruan dari pengembang dan pengumuman platform. Tegaskan kontrol atas bagaimana konten Anda digunakan dengan alat web yang tersedia. Fokuslah pada hubungan langsung dengan audiens Anda serta berkumpul dan berkolaborasi, perusahaan media harus bekerja sama dalam advokasi," tambahnya.

Kolaborasi antara perusahaan media dan platform AI memang sangat penting. Menurut Ika Idris, Co-Director Monash Data & Democracy Research Hub, AI sangat bergantung pada data atau konten dari publisher. "Dari tahun 2014 hingga sekarang, kebutuhan data oleh AI sangat cepat dan masif, bisa mencapai triliunan data. Apa sebenarnya yang dibutuhkan platform AI dari publisher? Yang pertama adalah datanya," kata Ika.

Mengenal IDC 2024

IDC 2024 diselenggarakan sebagai bagian dari rangkaian kegiatan “Road to IDC 2024” serta “Master Class” yang kemudian ditutup dengan penganugerahan AMSI Awards 2024. “Road to IDC 2024” merupakan diskusi terbuka dan tertutup yang digelar AMSI sebagai pemanasan menuju acara utama yaitu IDC 2024. Sementara itu, “Master Class” adalah kegiatan khusus yang memberikan pembelajaran tingkat mahir bagi para pelaku media profesional untuk terus meningkatkan kapasitas mereka.

Program IDC dan AMSI Awards merupakan bagian dari kerjasama AMSI dengan Internews dan USAID MEDIA untuk membangun keberlanjutan bisnis media di Indonesia. Pada tahun ini, IDC dan AMSI Awards juga mendapatkan dukungan dari berbagai perusahaan seperti PT Astra International Tbk, Google News Initiative, Dailymotion SA, PT Pertamina (Persero), dan lainnya.

Penggunaan kecerdasan buatan memang nggak bisa dinafikan. Namun, alangkah bijaknya untuk nggak menghilangkan hak cipta ya, Millens? Kalau kamu pengguna kecerdasan buatan juga nggak? (Siti Zumrokhatun)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT