Inibaru.id - Berseberangan dengan sebagian pejabat negara di Indonesia yang menilai tagar #KaburAjaDulu sebagai "kampanye" negatif, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat justru melihatnya dari kacamata yang lebih konstruktif, yakni sebagai bentuk autokritik yang menjadi dasar bagi perbaikan kebijakan dalam pembangunan nasional.
"Fenomena ini harus disikapi dengan langkah-langkah positif demi mewujudkan kebijakan yang lebih baik," kata Rerie, panggilan akrab Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Fenomena “Kabur Aja Dulu” dan Realitas Generasi Muda Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (19/2) lalu.
Dimoderatori oleh Nur Amalia (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI), diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Yudha Nugraha (Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia-Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri) dan Dr Andriyanto SH MKes (Ketua Peminatan Pemberdayaan Perempuan Prodi S2 PSDM Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga).
Turut hadir pula Hesti Aryani (Business Development Manager JANZZ Technology), Ismail Fahmi (Pendiri Drone Emprit), serta Lathifa Marina Al Anshori (Ketua Bidang Pemilih Muda dan Milenial DPP Partai NasDem).
Menjadi Wake-up Call

Rerie menilai bahwa fenomena ini memiliki keunikan tersendiri. Dari perspektif sosial, "Kabur Aja Dulu" merupakan wake-up call bagi pemangku kepentingan mengenai bagaimana generasi muda menanggapi kondisi bernegara saat ini.
"Kesulitan masyarakat dalam mengakses lapangan pekerjaan akibat perubahan lanskap dunia kerja juga menjadi faktor lain yang mendorong kemunculan fenomena tersebut," ujarnya.
Meski belum ada data konkret peningkatan migrasi ke luar negeri imbas dari fenomena itu, Rerie menegaskan, kewaspadaan tetap diperlukan. Namun begitu, dia optimistis, generasi muda Indonesia akan mampu berperan sebagai garda terdepan dalam mewujudkan negara yang adil dan makmur di masa depan.
Setali tiga uang, Direktur PWNI-BHI Kementerian Luar Negeri Yudha Nugraha juga menilai, fenomena "Kabur Aja Dulu" perlu disikapi secara profesional. Dari tahun ke tahun, dia menjelaskan, migrasi global terus meningkat; melonjak dari 84 juta orang pada 1970 menjadi 280 juta orang pada 2020.
"Yang terpenting adalah bagaimana negara mengelola migrasi ini dengan baik. Namun, perlu diingat bahwa potensi tagar #KaburAjaDulu dimanfaatkan pihak nggak bertanggung jawab untuk menawarkan jalur migrasi ilegal tetap ada," tegasnya mengingatkan.
Sebuah Keniscayaan

Sementara itu, Dr Andriyanto menyoroti bahwa dalam Asta Cita, pemerintah sebenarnya telah berkomitmen untuk menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Dia mencatat bahwa komposisi usia kerja (15-64 tahun) di Indonesia meningkat dari 53,39 persen pada 1970 menjadi 70,72 pada 2020.
"Melihat tren itu, fenomena Kabur Aja Dulu adalah sebuah keniscayaan. Jadi, bukan semata kabur, tapi lebih kepada mencari penghidupan yang lebih baik," ulasnya. "Jika dibiarkan tanpa solusi bisa menyebabkan brain drain; tenaga profesional memilih tinggal di luar negeri dan berpotensi menghambat pembangunan nasional."
Menanggapi hal ini, pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi pun membagikan pengalaman pribadinya yang pernah menjalani #KaburAjaDulu lantaran nggak mendapatkan pekerjaan setelah lulus doktor. Namun, bukan semata-mata "kabur", dia pergi untuk mencari pengalaman.
"Saya mencatat, ini adalah fenomena yang sudah muncul sejak 2023, ditandai dengan meningkatnya akun media sosial yang membagikan informasi tentang peluang kerja di luar negeri," ujarnya.
Migrasi Bisa Jadi Penggerak Pembangunan

Adapun dari perspektif bisnis dan ekonomi, Hesti Aryani berpendapat bahwa migrasi dapat menjadi penggerak utama pembangunan suatu negara. Dia menekankan, fenomena ini jangan dipandang sebagai tindakan meninggalkan negara.
"Justru sebaliknya, ini bisa menjadi peluang untuk memperoleh manfaat jangka panjang yang dapat berkontribusi bagi pembangunan Indonesia," simpulnya.
Senada, Lathifa Marina Al Anshori juga mengajak semua pihak melihat fenomena tersebut secara positif sembari berharap mereka yang bekerja di luar negeri dapat kembali ke Tanah Air dengan membawa hal-hal positif bagi Indonesia.
"'Kabur' bukan berarti minggat, dan 'aja dulu' bersifat sementara. Jadi, lihatlah secara positif, bahwa mereka yang pergi ke luar negeri akan kembali dengan pengalaman dan ilmu yang lebih baik untuk membangun Tanah Air," tukas wartawan senior Saur Hutabarat mengiyakan pendapat Lathifa.
Jadi, janganlah terlalu defensif, seharusnya para pemangku kepentingan justru menjadikan fenomena ini sebagai bahan refleksi untuk menciptakan kebijakan yang lebih memihak para pencetus tagar #KaburAjaDulu ini. Gimana menurutmu, Millens? (Siti Zumrokhatun/E10)