Inibaru.id – Nggak ada habisnya kalau kita membahas kuliner khas Yogyakarta. Kalau kamu mampir ke Gunungkidul, coba deh jenang dawet yang unik dan nggak ada duanya di Indonesia. Seperti apa sih?
Mungkin, sebutan jenang dawet terkesan bikin bingung karena namanya merupakan kombinasi dari camilan tradisional jenang dan minuman dawet. Jadi, ini camilan padat apa minuman sih? Kalau melihat dari tampilannya sih lebih mirip seperti bubur. Maklum, jenang dawet terbuat dari bahan santan, gula jawa yang dicairkan, jenang sumsum, jenang ngangrang, serta dawet.
Sudah bisa dibayangkan kan rasanya? Ya, jenang dawet terasa gurih, manis, kenyal, dan lembut. Karena alasan ini, semua kalangan, dari yang tua ataupun yang muda suka dengan kuliner ini.
O ya, yang membuat kuliner ini adalah almarhum Karto Yatinah. Dia punya julukan Mbah Dawet gara-gara sudah menjual jenang dawet sejak 1965, Millens.
“Jenang dawet itu dibuat ibu saya sejak tahun 1965 dan memiliki banyak penggemar dan pelanggan setia hingga saat ini,” jelas Karti, anak keempat dari Karto Yatinah sembari menjual jenang dawet di kios yang ada di Taman Bunga Kota Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta, Jumat (18/10/2019).
Ada alasan lain mengapa jenang dawet buatannya masih diburu pelanggan. Jadi, Karti masih memakai bahan alami tanpa pemanis buatan sebagaimana yang dipesankan ibunya. Rasa asli inilah yang membuat pelanggan terus kembali untuk menikmati jenang dawet.
“Semua dibuat sendiri tanpa pengawet dan pemanis buatan. Saya membantu ibu sejak usia 9 tahun hingga saat ini,” lanjut Karti.
Omong-omong, Karto Yatinah sudah tutup usia pada 2016 lalu karena faktor usia. Untungnya, dia sudah mewariskan semua pengetahuan soal jenang dawet kepada putra-putrinya. Kini, anak ketiga Mbah Dawet, yakni Parti dan adiknya, Karti, yang dibantu oleh cucu-cucunya meneruskan usaha legendaris ini.
Selain di kios yang ada di Taman Bunga Wonosari, kamu juga bisa menemukan jenang dawet khas Mbah Dawet di Siono, Semanu, serta Siraman. Semua dikelola oleh keluarga Mbah Dawet.
Soal harga, murah meriah, kok. Cuma Rp 3.500 per porsi, lo. Sudah enak, murah pula, ya? Selain itu, kamu bisa ngemil gorengan, baceman, tape, dan lauk lainnya sembari nongkrong di sana.
Kalau kamu tertarik mencicipi jenang dawet langsung di tempatnya yang legendaris, jangan siang-siang ya. Soalnya, jualannya buka pada 07.30 WIB dan biasanya sudah tutup pada pukul 11.00 WIB karena habis.
Tertarik main ke Gunungkidul buat mencicipinya, Millens? (Kom/IB09/E05)