Inibaru.id – Di satu sudut sepi di Kabupaten Pati, tepatnya di Dukuh Rendole, Desa Muktiharjo, Kecamatan Margorejo, berdiri sebentuk peninggalan kuno berbentuk pintu kayu berukir yang riwayat keberadaannya masih mengundang misteri. Oleh masyarakat setempat, artefak ini dikenal sebagai Gapura Majapahit.
Disebut demikian karena warga lokal meyakini bahwa gerbang berbahan kayu jati murni tua itu memang berasal dari Majapahit, kerajaan Hindu-Buddha terbesar dan terkuat di Nusantara pada 1293-1527 yang diperkirakan berpusat di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.
Pada 1989, artefak yang juga dikenal sebagai Lawang Keputren Bajang Ratu itu ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Posisinya kini dinaungi sepetak pendopo sederhana yang dilindungi kaca bening dan dikelilingi pagar besi.
Situs ini berada di sudut desa yang sekelilingnya mash dipenuhi pepohonan rindang, bersisian dengan permukiman warga yang kebanyakan masih berhalaman luas. Menginjakkan kaki di sini, siapa pun pasti akan merasa nyaman dengan suasananya yang tenang dan asri khas perdesaan.
Dipenuhi Ukiran Rumit
Saat kamu berkunjung ke Situs Gapura Majapahit, cobalah mendekat, lalu selisiklah ukiran-ukiran rumit yang terpahat di permukaan artefak tersebut yang kondisinya masih terjaga baik. Di situs ini, wisatawan biasanya memang berkunjung untuk melihat atau meneliti ukiran kayu yang menghiasi hampir seluruh permukaan artefak.
"Pengunjung di sini kebanyakan pelajar yang datang untuk mengerjakan tugas sejarah dari sekolah, baik wawancara, dokumentasi, atau bikin video vlog," tutur Zaki Aftoni, juru pelihara dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X kepada Inibaru.id beberapa waktu lalu.
Selain pelajar, dia melanjutkan, ada juga wisatawan dari berbagai kalangan yang datang karena mencari pengetahuan sejarah atau sekadar penasaran dengan misteri gapura yang konon berkaitan erat dengan cerita tentang keturunan Sunan Muria ini.
"Setiap hari hampir selalu ada yang datang karena dibuka untuk umum. Kalau mau ke sini, saya (sebagai juru pelihara) ada di sini dari jam delapan pagi sampai sore, sekitar pukul 15.00 (WIB)," terangnya.
Riwayat yang Simpang Siur
Hingga kini, belum ada yang berhasil memberikan bukti konkret terkait ihwal mula keberadaan Gapura Majapahit ini. Namun, yang paling umum di kalangan masyarakat adalah cerita tentang Raden Bambang Kebo Nyabrang.
Kebo Nyabrang adalah putra dari Sunan Muria. Syahdan, suatu hari dia diberi satu tugas berat dari Sunan Muria: memindahkan gerbang Majapahit ke Gunung Muria sebagai syarat untuk diakui sebagai anak. Ternyata, Raden Rangga dari pedepokan Sunan Ngerang juga punya misi serupa. Keduanya pun berduel.
Setelah bentrok selama puluhan hari, duel pun dilerai Sunan Muria. Kebo Nyabrang diakui sebagai anak, lalu diberi tugas sebagai penjaga gerbang yang terjatuh di tengah hutan di Lereng Muria hingga akhir hayat. Tempat itulah yang kemudian diyakini sebagai cikal bakal Dukuh Rendole.
"Namun, (cerita) ini baru sebatas legenda. Dalam satu kajian mendalam, kemungkinan pintu kayu ini berasal dari Lasem (Rembang), bukan Majapahit (Trowulan). Ukiran-ukiran di gerbang menunjukkan gaya lokal yang berkembang setelah masa kejayaan Majapahit," kata Zaki.
Majapahit Kecil Bernama 'Pati'
Penelitian lain dari sejumlah sejarawan mengungkapkan, benda yang disebut Gapura Majapahit ini diduga bukanlah gapura kerajaan, tapi sebuah regol, pintu gerbang yang lebih kecil ukurannya. Hal ini mungkin sesuai dengan kepercayaan masyarakat setempat yang menyebut pintu ini sebagai "lawang keputren".
Selain Gapura Majapahit, artefak ini dikenal sebagai Lawang Keputren Bajang Ratu. Berdasarkan cerita yang berkembang, pintu ini memang bukan gerbang utama, tapi pintu sebuah keputren, bangunan di istana yang diperuntukkan bagi para putri raja.
Pintu tersebut adalah lawang keputren di kediaman seorang adipati di Lereng Muria pada abad ke-18. Wilayah itu kemudian dinamakan Muktiharjo, diambil dari kata “Mukti" yang berarti terhormat, nama yang acap disematkan untuk orang berpengaruh.
Terlepas dari benar tidaknya sejarah Gapura Majapahit, sejak lama seni budaya di Pati memang kental dengan pengaruh Majapahit, salah satunya terlihat dari corak Batik Bakaran yang berkembang di Kecamatan Juwana. Selain itu, banyak desa di Pati dinamai dengan unsur kata "Mojo", dari Majapahit (Mojopait).
Biarlah sejarah Gapura Majapahit di Dukuh Rendole tetap menjadi teka-teki. Justru di situ daya tariknya, bukan? (Imam Khanafi/E03)