inibaru indonesia logo
Beranda
Tradisinesia
Klenteng, Pecinan, dan Orang-Orang Tionghoa di Nusantara
Minggu, 26 Mar 2023 07:24
Bagikan:
Klenteng, sebuah tempat peribadatan yang membuat masyarakat Tionghoa berkumupul. (Kelana Nusantara)

Klenteng, sebuah tempat peribadatan yang membuat masyarakat Tionghoa berkumupul. (Kelana Nusantara)

Dikenal sebagai tempat peribadatan masyarakat Tionghoa di Indonesia, klenteng memiliki peran yang besar dalam kehidupan.

Inibaru.id – Klenteng, bagi masyarakat Tionghoa adalah suatu tempat yang memiliki peran besar bagi mereka. Nggak hanya sebagai tempat peribadatan, klenteng juga digunakan sebagai lokasi aktivitas sosial.

Istilah klenteng adalah penggambaran dari tempat ibadah yang memiliki corak arsitektur Tionghoa. Namun bila ditilik jauh dari sejarahnya, klenteng awalnya merupakan sebuah persembahan Letnan Kwee Hoen pada 1650 dan menamakannya Kwan Im Teng. Pelafalan ini lama-lama berubah menjadi klenteng.

Asal kamu tahu, tadinya tempat ibadah ini dimaksudkan untuk menghormati Dewi Kwan Im melansir Kompas (1/2/22).

­Karena menjadi tempat ibadah masyarakat Tionghoa, di sini mereka juga bisa mempelajari berbagai ajaran seperti Taoisme, Konghucu, dan Buddhisme. Jadi, klenteng merupakan sebutan umum.

Pecinan yang Dikelilingi Benteng

Sejak zaman Belanda, di mana ada klenteng, di situ ada permukiman orang Tionghoa. Kawasan tempat orang-orang Tionghoa bermukim ini disebut Pecinan. Belanda sengaja mengumpulkan masyarakat Tionghoa dalam satu kawasan supaya mudah diawasi.

Dahulu, tempat itu digunakan sesuai fungsinya yakni untuk beribadah. Selain itu, klenteng juga menjadi pusat kegiatan masyarakat sekitar.

Lomba bola terong di halaman Klenteng Kwan Kong, Manado, Sulawesi Utara. (Antara Foto)
Lomba bola terong di halaman Klenteng Kwan Kong, Manado, Sulawesi Utara. (Antara Foto)

Dalam buku yang berjudul Kota Di Djawa Tempo Doeloe karya Olivier Johannes Raap, masyarakat sering kali menggelar acara pesta dan lomba seperti panjat pinang di pelataran klenteng.

Di Indonesia, kamu dengan mudah menjumpai kampung Pecinan di berbagai kota. Misalnya, di Solo. Disadur dari Koropak (29/12/21), masyarakat Tionghoa yang masuk ke Solo pada abad ke-18 menempati daerah bernama Ketandan. Berdasarkan peta, kawasan ini sudah dihuni sejak 1821. Pecinan ini berada di sebelah utara benteng Lojiwetan.

Di sini, masyarakat Tionghoa hidup rukun dan mulai membangun rumah untuk tinggal, membuka toko, berdagang, serta menjual racikan obat herbal.

Pecinan yang dikelilingi benteng selanjutnya ada di Kapasan Surabaya. Benteng sudah mengelilingi tempat ini sejak 1830. Namun pada akhir abad ke-19, perbentengan ini dibongkar dan wilayah Pecinan diperluas. Kemudian pada 1907, masyarakat membangun klenteng Bun Bio, tempat ibadah bagi umat Konghucu.

Kawasan Pecinan yang "diciptakan" Belanda lainnya berada di ujung tenggara Weltevreden. Sekarang, wilayah ini bernama Pasar Senen. Pada abad ke-18, Belanda mendatangkan para pekerja Tionghoa untuk membuka hutan dan pengelolaan tanah. Maklum, Weltevreden yang merupakan kawasan elit Belanda butuh pengembangan.

Dari Jakarta kita pindah ke Bogor. Awal mula Pecinan di Pasar Bogor ditengarai Baron von imhoff, penguasa VOC kala itu membuka hutan liar. Nah, kawasan ini akhirnya disewakan kepada para kontraktor Tionghoa. Dalam pengerjaannya, para kontraktor ini menggunakan tenaga orang-orang dari etnis mereka sehingga lahirlah permukiman ini.

Tentu saja, masih banyak kisah menarik di balik terciptanya kawasan Pecinan di Indonesia lengkap dengan klentengnya. Kalau kampung Pecinan dan klenteng di daerahmu gimana kisahnya, Millens?(Kharisma Ghana Tawakal/E05)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved