Inibaru.id – Setelah peristiwa Geger Pecinan pecah di Batavia pada 1740, mayoritas orang-orang dari etnis Tionghoa merelokasi diri mereka ke Pantai Utara Jawa. Salah satu yang jadi tujuan adalah Kota Semarang. Hal ini membuat jumlah warga etnis Tionghoa meningkat pesat pada 1762.
Untuk menunjang aktivitas mereka dalam ritual keagamaan dan sosial, dibangunlah beberapa klenteng. Salah satunya adalah Klenteng Tek Hay Bio yang kini bisa kamu temui di Jalan Gang Pinggir nomor 105-107, Kota Semarang.
Klenteng untuk Memuja Pahlawan
Dikutip dari Elsaonline (26/03/2014), klenteng yang juga dikenal dengan nama lain Klenteng Sinar Samudra ini dibangun pada 1756 untuk memuja Tek Hay Cin Jin atau “Malaikat Penolong Lautan”. Tapi, Tek Hay Cin Jin ini bukan tokoh fiksi ya, Millens. Dia adalah seorang pahlawan yang memimpin perlawanan atas kesewenang-wenangan VOC.
Tek Hay Cin Jin juga dikenal dengan kebaikannya kepada sesama manusia. Banyak masyarakat pribumi yang mendapatkan pertolongan dari hasil laut yang didapatkan Tek Hay Cin Jin. Oleh karena itulah, dia mendapatkan julukan Malaikat Penolong Lautan.
Kondisi Terkini Klenteng Sinar Samudra
Ada hal unik yang membedakan Klenteng Sinar Samudra dengan kelenteng lainnya. Yakni, keberadaan tempat abu arwah para leluhur Kota Semarang seperti Kwee Kiauw Khong, orang Tionghoa pertama yang diangkat menjadi kapiten di Kota Atlas pada masa penjajahan Belanda.
Baca Juga:
Dalam Kentalnya Nuansa Jawa, Ada Sepotong Arsitektur Tiongkok di Klenteng Zhen Ling Gong YogyakartaSayangnya, dikarenakan kawasan Pecinan di Kota Semarang sering terkena banjir rob, klenteng ini juga terkena dampaknya. Pada 1832, klenteng ini sampai harus ditinggikan sekitar 1,5 meter.
Pada 1950-an, klenteng ini juga sempat difungsikan sebagai Sekolah Dasar Kristen. Meski begitu, beberapa tahun kemudian, fungsinya dikembalikan seperti semula, yaitu sebagai tempat ibadah. Fungsi ini masih bertahan hingga sekarang.
Menarik juga ya cerita tentang Klenteng Sinar Samudra ini, Millens. Omong-omong, kamu pernah berkunjung ke sana belum, nih? (Kharisma Ghana Tawakal/E07)