Inibaru.id - Pernah lihat orang naik kuda tiruan dari anyaman bambu atau dari kulit sapi atau kerbau? Sebutannya bermacam-macam: ada jathilan, kuda lumping, dan jaranan.
Dikutip dari laman GNFI, Laras Prameswari menulis, meskipun berasal dari Kediri, jaranan juga terkenal di beberapa kota lain di Jawa Timur, seperti Ponorogo, Tulungagung, Nganjuk, dan Banyuwangi.
Seni jaranan dikatakan berasal dari Kediri karena merunut pada sejarahnya. Ada banyak versi tentang sejarah seni jaranan. Salah satu yang berkembang di masyarakat ialah tentang pernikahan Dewi Sanggalangit dengan Klana Sewandana.
Dikisahkan, pada 1041 Kerajaan Kahuripan terbelah menjadi dua, yakni Kerajaan Jenggala di bagian timur dan Kerajaan Panjalu yang selanjutnya disebut Kediri di bagian barat. Adalah Dewi Sanggalangit, putri Kerajaan Panjalu yang memiliki wajah rupawan. Kecantikan Dewi Sanggalangit membuat beberapa pria ingin meminangnya menjadi istri. Singkat cerita Klana Sewandana dari Wengker yang pada akhirnya terpilih menjadi suaminya.
Baca juga:
Tradisi Natal Keturunan Portugis di Kampung Tugu
Begalan Banyumas: “Perampokan” pada Resepsi Perkawinan
Dalam iring-iringan pengantin dari Kerajaan Panjalu ke Wengker, keduanya diarak oleh pajurit kerajaan yang menunggang kuda serta pemusik yang memainkan alat musik yang terbuat dari besi dan bambu.
Untuk mengenang pernikahan itu terciptalah seni jaranan. Disebut jaranan karena dalam kesenian tersebut, para penari menggunakan properti berupa jaran (kuda) buatan dari anyaman bambu yang juga dilengkapi dengan pecut (cemeti). Musik pengiringnya ialah gamelan. Para penari yang mengenakan jaran buatan melambangkan para prajurit Kerajaan Jenggala yang menaiki kuda ketika iring-iringan pengantin, sedangkan mereka yang memainkan gamelan melambangkan para pemusik yang memainkan alat musik dari besi.
Oya Millens, momen yang paling dinanti sekaligus yang menjadi keunikan dari seni jaranan ialah ketika para penari kesurupan lantas mereka menari tanpa sadarkan diri. Paling heboh adalah saat mereka melakukan hal ekstrem seperti memakan beling (pecahan kaca).
Selain sebagai sarana hiburan, seni jaranan juga dijadikan medium untuk berkomunikasi dengan para leluhur mereka. Adalah gambuh, orang yang bertugas memanggil roh-roh leluhur untuk kemudian masuk ke raga para penari. Gambuh jugalah yang nantinya menyembuhkan para penari dari kesurupan.
Baca juga:
Buang Jung, Tradisi Merawat Laut Suku Sawang
Topeng Ireng , Tarian Silat, dan Syiar Islam
Mengikuti perkembangan zaman, kini ada pertunjukan seni jaranan yang memasukkan unsur modern di dalamnya. Walaupun ada unsur modern, tetap saja tidak meninggalkan hakikat aslinya. Pertunjukan dalam kemasan modern itu disebut jaranan santerewe. Dalam pertunjukannya musik tradisional dipadupadankan dengan musik dangdut. Adanya musik dangdut inilah yang membuat masyarakat semakin tertarik untuk menonton.
Nah, jadi bila suatu hari kamu melihat aksi jathilan, kuda lumping, atau jaranan, kamu sudah tahu maksud dan latar belakang kesenian itu. Bravo! (EBC/SA)