Inibaru.id - Pada zaman nenek moyang, daun kelor dianggap memiliki kekuatan mistis yang mampu melindungi orang dari gangguan makhluk halus. Selain itu, daun ini juga dianggap sebagai tanaman sakti yang banyak dimanfaatkan orang untuk mendapatkan kekuatan.
Dengan adanya mitos-mitos yang beredar itu, nggak heran jika hingga kini masyarakat masih ada yang mempercayai hal tersebut.
Alih-alih ikut percaya dengan pendapat itu, Yohanes Rudiyanto, seorang anak muda dari Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus justru tertarik untuk menelisik kandungan daun kelor dan mengeksplor manfaatnya.
Lalu, lelaki 25 tahun itu berinisiatif mengubah daun yang memiliki nama ilmiah moringa oleifera itu menjadi produk minuman, khususnya teh. Dirinya membuat teh dari tumbuhan kelor yang menjalar liar di pagar-pagar rumah warga yang ada di sekitar lingkungannya.
Waktu itu, ide mengubah daun kelor jadi teh tersebut menjadi program unggulan sebagai tugas Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 2020.
"Nah, saat KKN saya berpikir membuat produk yang mudah didapat, mudah ditanam, memiliki khasiat banyak untuk mempertahankan imun, dan belum dimanfaatkan. Ketemulah kelor," kenangnya.
Berkat terobosan baru itu, dia mendapatkan apresiasi dari Kepala Desa Karangrowo. Ketika momentum lomba desa tahun 2022, wilayahnya mengusulkan teh kelor menjadi kuliner unggulan. Ternyata, keunikan itu membuahkan hasil dan mendapat juara kedua.
Menyadari teh kelor berpotensi bakal diterima masyarakat dengan baik, Rudi, panggilan akrabnya, nggak puas sampai di situ. Dia lalu memutuskan untuk menjual kelor menjadi minuman cepat saji yang dikemas modern dan dapat dikonsumsi secara cepat dan praktis. Nah, teh kelor itu lalu dia beri nama Yoru Wedang Celup Daun Kelor.
Rasa Teh Nggak Langu
Sebagai lulusan jurusan farmasi, Rudi sadar bahwa pengolahan suatu produk harusnya tepat dan bersih. Oleh karena itu, dia sangat menerapkan prinsip kebersihan dalam setiap proses pembuatan teh Yoru.
Dia menerapkan beberapa Standart Operating Procedur (SOP) yang harus dilakukan oleh para karyawannya. Salah satu contoh ketika pengolahan teh kelor, pekerja harus mengenakan masker, penutup kepala, dan sarung tangan. Hal itu, untuk menjaga teh tetap dalam keadaan steril dan terjaga kualitasnya.
Selain itu, metode pengeringan daun kelor nggak menggunakan cahaya matahari langsung, melainkan dengan mesin pengering dengan suhu maksimal 40 Celsius selama dua sampai tiga hari. Menurut Rudi, dengan cara itu kandungan dari kelor tetap terjaga dan tidak menimbulkan bau langu.
"Rasanya pastinya khas daun kelor di lidah, tidak pahit, dan ringan saat dinikmati," ujarnya.
Berkat usahanya itu, teh buatan Rudi kini diminati banyak orang baik lokal maupun luar kota, seperti Kalimantan, Sumatera, dan lain-lain. Tiap satu pouch teh kelor Yoru dibandrol harga Rp20 ribu isi 15 kantong. Produk tersebut bisa didapatkan di seluruh apotek di Kabupaten Kudus dan reseller.
Setelah sukses mengubah daun kelor menjadi minuman kesehatan yang praktis, Rudi mengaku ingin mengoptimalkan manfaat daun kelor dalam bentuk lain, seperti makanan. Salah satunya, dengan membuat camilan gorengan rolade daun kelor yang memiliki rasa enak dan gurih. Hhmm, terdengar menggiurkan ya, Millens?
Rudi adalah salah seorang contoh anak muda yang kreatif dan pandai memanfaatkan peluang. Dia juga berhasil mengubah kegelisahan pada dirinya melihat banyak tumbuhan kelor yang menjalar liar dan sarat dengan mitos menjadi minuman yang bermanfaat bagi kesehatan. Sungguh keren dan inspiratif! (Ayu Sasmita/E10)