Inibaru.id - Bermedia sosial bisa menjadi menyenangkan ketika menemukan postingan yang sesuai dengan passion kita atau sekadar menghibur. Namun, keseruan itu bisa sirna jika kita sudah memasuki bagian komentar.
Kita mungkin bakal menemukan komentar dari seseorang yang tampaknya berusaha tampil berbeda dari mayoritas. Ia mungkin menolak pendapat umum, memberikan sudut pandang yang kontras, atau bahkan sengaja mementahkan argumen orang lain.
Masalahnya, ketika orang-orang menanggapi dan mengkritiknya, ia merasa diserang dan menolak disebut sebagai pihak yang menghakimi. Hal ini kemudian memicu perdebatan panjang yang kadang nggak berujung.
Mengapa Ini Terjadi?
1. Keinginan untuk Unik dan Menonjol

Beberapa orang menikmati menjadi "outlier" dalam sebuah diskusi. Mereka merasa bahwa memiliki pandangan berbeda menunjukkan kecerdasan atau orisinalitas. Sayangnya, dalam upaya menonjol, mereka kadang lupa bahwa cara penyampaian juga penting.
2. Kurangnya Kesadaran Diri
Nggak semua orang menyadari bahwa cara mereka menyampaikan pendapat bisa terdengar menghakimi. Saat mereka mengatakan sesuatu dengan nada yang merendahkan pendapat lain, mereka mungkin menganggapnya sebagai bentuk diskusi biasa, padahal bagi orang lain, itu bisa terasa menyudutkan.
3. Mekanisme Pertahanan Diri
Ketika seseorang dikritik karena caranya berargumen, reaksi alami bisa berupa defensif. Mereka merasa perlu membela diri dan membalikkan tuduhan, misalnya dengan mengatakan bahwa justru mereka yang diserang atau dibungkam.
4. Efek Medsos: Debat Tanpa Nada dan Ekspresi
Berbeda dengan percakapan langsung, diskusi di media sosial tidak menyertakan intonasi suara atau ekspresi wajah. Akibatnya, maksud yang sebenarnya bisa disalahartikan, dan komentar yang mungkin diniatkan sebagai opini biasa malah dianggap sebagai bentuk menghakimi.
Bagaimana Menyikapinya?
- Menjaga Cara Penyampaian
Mengemukakan pendapat berbeda itu sah-sah saja, tetapi menyampaikannya dengan nada meremehkan bisa memicu konflik. Menggunakan kata-kata yang lebih inklusif seperti "menurut saya" atau "dari sudut pandang lain" bisa membantu mencegah kesalahpahaman.
- Membedakan Kritik dan Serangan Pribadi
Kritik terhadap opini bukan berarti serangan terhadap individu. Jika seseorang membantah argumen kita, itu bukan berarti mereka membenci kita sebagai pribadi.
- Nggak Perlu Selalu Menang
Media sosial bukan ruang debat resmi yang harus menghasilkan pemenang. Jika diskusi mulai berlarut-larut tanpa arah, nggak ada salahnya berhenti dan melanjutkan hidup tanpa perlu membuktikan siapa yang benar atau salah.
Pada akhirnya, perbedaan pendapat adalah hal yang wajar, tetapi bagaimana kita menyikapinya menentukan apakah diskusi akan berjalan produktif atau berubah menjadi perdebatan nggak berujung. Biarpun hanya tulisan, komentar juga bisa terasa menyakitkan.
Jika kamu nggak cukup stabil untuk berkomentar, lebih baik nggak menulis apa-apa ya, Millens. Ingat, perasaan seseorang sama berharganya dengan perasaan kita. Kalau sudah "disenggol" orang lain, sakit juga kan? (Siti Zumrokhatun/E05)