Inibaru.id - Budaya mengunyah sirih masih menjadi tradisi yang dilakukan oleh generasi tua di banyak daerah. Katanya nyirih sudah ada sejak abad ke-15, lo Millens. Dahulu, sirih-pinang menjadi makanan untuk beramah tamah, ketika bertemu orang lain, atau saat ada tamu berkunjung. Tuan rumah dan tamu akan menyirih bersama.
Saking pentingnya daun sirih ini, ia selalu hadir dalam semua ritual di Indonesia, seperti kelahiran, perkawinan, kematian, hingga ritual persembahan kepada roh leluhur. Dalam upacara perkawinan khususnya di Jawa, sirih juga mengambil peran. Kamu mungkin menemukan sirih dalam sesi panggih pengantin yaitu ketika kedua pengantin dipertemukan kali pertama. Prosesi ini disebut balangan suruh.
Makna Balangan Suruh
Dalam balangan suruh atau saling melempar sirih ini, pengantin laki-laki dan perempuan berdiri berhadapan dengan jarak beberapa langkah. Setelah itu, pengantin laki-laki melempar sirih dengan tangan kanan ke arah pengantin perempuan, disusul lemparan sirih pengantin perempuan.
Eits, yang dilempar bukan cuma lembaran daun sirih ya. Dalam satu ikat sirih, terdapat kapur sirih, pinang, gambir, dan tembakau hitam. Semuanya kemudian digulung dengan daun siri dan diikat benang putih.
Menurut kepercayaan, kapur sirih merupakan simbol penyejuk jiwa dan raga sehingga diharapkan dalam menjalin rumah tangga kedua selalu aman dan nyaman. Sedangkan benang putih melambangkan ikatan pernikahan yang kuat yang sakral dan suci bagi kedua mempelai.
Menurut cerita, balangan sirih sebagai perumpamaan kedua mempelai saling melempar kasih dan harapan. Sirih ini mempunyai nama sirih alah, sirih alih, dan sirih asah artinya suami yang kelak menjadi kepala rumah tangga sedangkan istri menjalankan kewajibannya dengan penuh keikhlasan. Keduanya diharapkan saling asah, asih, dan asuh.
Wah, romantis banget ya makna balangan sirih ini, Millens? (His, Ind/IB32/E05)