inibaru indonesia logo
Beranda
Tradisinesia
Capgome, Barongsai, dan Pengusiran Musuh Petani
Sabtu, 3 Mar 2018 06:02
Penulis:
Suryaningrum Ayu Irawati
Suryaningrum Ayu Irawati
Bagikan:
Cap Go Meh. (Kompas.com)

Cap Go Meh. (Kompas.com)

Festival Capgome melambangkan tanggal 15 pada bulan pertama tiap tahun menurut Kalender Imlek. Festival itu konon berasal dari cerita pengusiran musuh para petani berupa hama. Mau tahu detail ceritanya?

Inibaru.id – Millens pasti sudah sering dengar perayaan Capgome, yang sering disebut sebagai Festival Yuanxiao dan Festival Shangyuan di Tiongkok. Tetapi, sebetulnya bagaimana sih sejarah Capgome itu?

Capgome bermakna festival yang dilakukan pada tanggal 15 bulan pertama menurut Kalender Imlek. Mengutip laman bahasamandarincenter.com, Capgome dimulai pada 770-236 SM, pada masa Dinasti Zhou. Saat itu, setiap tanggal 15 bulan pertama, para petani akan memasang lampion-lampion yang disebut Chau Tian Can di sekeliling ladang.

Kendati tujuan awalnya adalah mengusir hama yang jadi musuh petani, lampion tersebut memunculkan keindahan panorama malam hari. Nah, agar lebih bisa mengusir binatang perusak tanaman, mereka membunyikan suara-suara dan bermain barongsai. Tradisi ini pun berlanjut secara turun-temurun. Karena ini juga, lampion-lampion terus digunakan saat perayaan yang memang dilaksanakan pada malam hari.

Baca juga:
Cerita Ramayana Disuguhkan lewat Tari Kecak
Tayub Sragen Tetap Eksis

Menurut referensi lain, Capgome bermula dari penghormatan pada Dewa Thai Yi yang dianggap sebagai dewa langit tertinggi oleh Dinasti Han (206 SM-221 M), seperti ditulis laman tionghoa.info.

Di Indonesia, tarian barongsai merupakan hal yang melengkapi perayaan Capgome. Tarian itu biasanya disebut Nong Shi. Sementara, kata “barongsai” merupakan gabungan dari kata “barong” dalam bahasa Jawa dan “sai” dalam bahasa Mandarin Dialek Hokkian yang bermakna singa. Bagi orang Tionghoa, singa melambangkan kebahagiaan dan kegembiraan.

Ada dua macam perwujudan tarian barongsai. Yang pertama adalah Singa Utara, yang memiliki penampilan natural tanpa tanduk. Yang kedua adalah Singa Selatan yang mempunyai tanduk dan sisik sehingga mirip dengan kuda naga bertanduk. Barongsai ini perlu diberi makan angpau yang ditempeli dengan selada air, yang biasanya disebut lay see.

Barongsai kerap dianggap dapat mengusir roh-roh jahat dan aura negatif. Meskipun demikian, ada sejumlah penganut aliran modern yang tidak mengaitkannya dengan upacara keagamaan, karena menganggap barongsai dimaksudkan untuk menghibur.

Selain tarian barongsai, ada juga yang disebut Nong Long atau tarian Naga Capgome, lo. Berbeda dari barongsai, binatang mitologi ini digambarkan memiliki kepala unta, bertaring serigala, dan bertanduk menjangan. Umumnya, naga yang menari memiliki panjang 35 meter dan dibagi menjadi 9 bagian.

Baca juga:
Barongsai di Indonesia, Dulu dan Kini
Menyaksikan Aksi Menusuk-nusuk Tubuh dalam Pawai Tatung di Singkawang

Di Tiongkok, naga dianggap sebagai dewa pelindung yang merupakan sumber kekuatan, kesuburan, rezeki, dan air. Uniknya, lambang naga ini berbeda-beda menurut kasta orang yang memakainya, lo. Jika kaisar boleh menggunakan gambar naga dengan lima jari, pejabat lainnya hanya bisa menggunakan gambar naga dengan empat jari pada cakarnya. Sementara, rakyat biasa hanya boleh memakai lambang naga dengan tiga jari. Warna naga juga berbeda-beda, lo. Untuk melambangkan raja, naga yang dipakai memiliki warna kuning.

Nah, kamu bagaimana, Millens? Sudah pernah ikut menyaksikan perayaan Capgome? (AYU/SA)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

A Group Partner of:

medcom.idmetrotvnews.commediaindonesia.comlampost.co
Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved