Inibaru.id - Pondok Pesantren (Ponpes) Jamsaren yang berlokasi di Jalan Veteran No 263 Kelurahan Serengan, Kecamatam Serengan, Solo, merupakan salah satu pesantren tertua di Indonesia.
Berdiri pada masa pemerintahan Pakubuwono IV sekitar 1750-an, pesantren ini didirikan untuk memperkuat dakwah Islam di Surakarta dan mengatasi maraknya adat jahiliyah serta aliran animisme yang berkembang saat itu.
Kehadiran para ulama, seperti Kiai Jamsari dan Kiai Hasan Gabudan, membuat Islam semakin diterima di masyarakat Solo. Pada tahun 1825, Ponpes Jamsaren turut berperan dalam Perang Diponegoro melawan kolonial Belanda dengan mengirimkan santri sebagai pejuang.
"Pada sejarah Surakarta, Jamsaren itu termasuk untuk markasnya pemberontakan Pangeran Diponegoro melawan Belanda yang di Solo. Di sini dipakai sebagai pendukung Pangeran Diponegoro itu untuk di sebelah barat Sungai Bengawan Solo," ucap Chusniatun, putri ke-8 Kiai Ali Darokah sebagaimana ditulis Tribunnewsmuria (23/1/2023).
Perang yang berlangsung selama lima tahun ini cukup merepotkan Belanda hingga mereka menggunakan tipu daya untuk menangkap Pangeran Diponegoro.
Setelah tertangkapnya Diponegoro, Belanda memburu semua pendukungnya, termasuk PB VI, Kiai Jamsari II, dan para santri Ponpes Jamsaren. Akibatnya, banyak santri yang hilang tanpa jejak, mengakibatkan pesantren ini vakum selama 50 tahun.
“Dahulu di sini, Ponpes Jamsaren terdapat sawo kecik (penanda dukungan perjuangan Pangeran Diponegoro). Pohonnya besar. Seiring perkembangan zaman, dan di ponpes juga dipakai sekolah, akhirnya sama bapak saya (Kiai Ali Darokah), pohonya ditebang," ujar Chusniatun mengutip Radar Solo via Goodnewsfromindonesia (11/3/2025).
Kebangkitan Kembali Ponpes Jamsaren

Setelah lima dekade kosong, Kiai H Idris, yang merupakan keturunan pembantu Pangeran Diponegoro membangun kembali Ponpes Jamsaren. Dia mendirikan surau dan menghidupkan kembali tradisi pengajaran kitab kuning dalam bahasa Arab yang diterjemahkan ke dalam Jawa Pegon. Metode pembelajaran awalnya dilakukan secara sorogan (santri maju satu per satu) dan berkelompok.
Ponpes Jamsaren dikelola secara mandiri tanpa bantuan pemerintah atau instansi lain. Para santri juga diajarkan untuk hidup mandiri dengan membawa bekal sendiri, memasak, dan mencuci tanpa dikenai biaya iuran.
Seiring perkembangan zaman, pada 1913 sistem pengajaran bergeser ke model kelas dengan bimbingan qori atau mualim. Saat itu, PB X mendirikan Madrasah Mambaul Ulum di dekat Masjid Agung Surakarta, di mana santri Ponpes Jamsaren bersekolah pada pagi hari sebelum kembali mengaji di pesantren.
Jejak Ponpes Jamsaren dan Tokoh-Tokoh Besarnya
Ponpes Jamsaren terus berkembang dan dipimpin oleh beberapa kiai ternama, seperti KH Idris, KH Abu Amar (Kiai Jamsari/Kiai Ngabei Projowijoto), serta KH Ali Darokah. Pesantren ini juga telah melahirkan banyak tokoh penting, termasuk Munawir Sazali (mantan Menteri Agama RI) dan Miftah Farid (Ketua MUI Jawa Barat).
Kini, Ponpes Jamsaren terus berkontribusi dalam dunia pendidikan Islam dengan bekerja sama dengan Yayasan Perguruan Al-Islam Surakarta. Dari masa perjuangan hingga kebangkitannya kembali, pesantren ini menjadi salah satu simbol ketahanan dan peran ulama dalam sejarah Indonesia.
Merinding ya membaca perjuangan para kiai dan santri dalam upaya melawan Belanda, Millens? (Siti Zumrokhatun)