Inibaru.id - Sewaktu menulis tentang spot bersejarah di Jalan Dr Cipto Semarang untuk Inibaru.id pada 2019 lalu, ada satu tempat yang gagal saya jangkau, yakni Penjara Mlaten.
Kala itu, statusnya sebagai Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) membuat izin peliputan begitu berbelit, sehingga saya memutuskan untuk menangguhkannya.
Kesempatan menyambangi Penjara Mlaten akhirnya datang juga setelah beberapa waktu lalu saya bertemu Kepala Rutan Kelas I Semarang Eddy Junaedi. Kebetulan, Penjara Mlaten saat ini dialihfungsikan menjadi "hotel prodeo" di bawah kekuasaannya.
Oya, saya tertarik pada Penjara Mlaten karena bangunan ini adalah salah satu saksi bisu Pertempuran Lima Hari (Pertempuran Semarang) di Kota Lunpia yang melibatkan pasukan Jepang dengan pemuda dan militer Tanah Air pada 15-20 Oktober 1945.
Sedikit yang saya tahu, Penjara Mlaten sudah berdiri sejak masa penjajahan Belanda, yang diperuntukkan bagi para tahanan pria bumiputera. Kemudian, pada masa pendudukan Jepang, tempat ini menjadi kamp pengasingan orang Belanda di Indonesia.
Telah Lama Dikosongkan
Terletak di Kelurahan Kebonagung, Kecamatan Semarang Timur, Penjara Mlaten bersisian dengan Rumah Deret; bangunan ikonik yang konon dulunya merupakan bagian dari penjara ini. Sementara, di seberangnya ada Gedung Sobokartti, bangunan bersejarah lain yang kini difungsikan sebagai sanggar tari dan kesenian.
Eddy Junaedi mengatakan, Penjara Mlaten sudah berdiri sejak 1881 semasa penjajahan Belanda. Setelah menjadi Rupbasan, tempat ini cukup lama kosong. Barulah pada Oktober 2023 lalu Kemenkumham Kanwil Jateng memutuskan untuk memakai kembali bangunan ini.
"Bangunan eks-Penjara Mlaten ini sekarang menjadi Rutan Kelas I Semarang; berfungsi sebagai tempat penahanan, meski bersifat sementara atau titipan, sebelum dibawa ke penjara pusat," tuturnya saat mengajak saya berkeliling gedung.
Lantaran terbengkalai cukup lama, Eddy mengatakan, Penjara Mlaten tampak karut marut dengan bangunan masih tertutup seng. Pada bagian belakang, bangunan tua bekas penjara tampak masih berdiri, tapi rapuh, seperti tinggal menunggu waktu saja untuk ambruk.
"Bangunan ini tadinya penuh belukar; sampah berserakan di mana-mana. Tapi, sekarang sudah dibersihkan. Saat ini kami masih melakukan renovasi dan revitalisasi untuk bangunan tuanya," ungkap Eddy sembari menunjuk beberapa bagian yang tampak masih dibenahi.
Rutan Mulai Beroperasi
Beberapa blok sel lama di Penjara Mlaten ini temboknya memang tampak sudah rapuh dan harus direnovasi. Namun, bukan berarti seluruh bangunan nggak berfungsi. Ada juga bangunan baru yang sudah beroperasi, khususnya untuk menampung tahanan, yakni Gedung Yudhistira.
Gedung tiga lantai ini sepenuhnya berfungsi sebagai sel tahanan, tapi belum sepenuhnya terisi. Baru ada 240 tahanan yang menghuni Rutan Kelas I Semarang ini, yang didominasi kasus narkoba. Karena bukan bangunan lama, menurut saya nggak ada yang menarik dari gedung ini, kecuali cerita horornya. Ha-ha.
Eddy mengungkapkan, beberapa blok penjara lama yang rapuh akan dirobohkan, kecuali dua gedung. Namun, karena kondisinya nggak memungkinkan, kedua bangunan nggak akan dijadikan sebagai ruang tahanan, tapi tempat ibadah.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya. Bangunan yang kami pertahankan akan kami jadikan tempat ibadah," tuturnya.
Bangunan Lama Rusak Parah
Sedikit gambaran, kompleks Penjara Mlaten yang lama berupa sebidang halaman luas yang dikelilingi sejumlah bangunan. Andai terawat baik, saya bayangkan area ini mirip penjara di luar negeri yang khas dengan halaman luas berteralis yang dikelilingi gedung-gedung tua menjulang.
Namun, genangan air dan puing-puing bangunan yang terserak di mana-mana menyulitkan kami menjangkau sisi timur. Hanya sisi utara yang bisa kami jangkau, yakni tempat dua gedung tua yang kata Eddy akan dijadikan sebagai tempat ibadah.
Bagian dalam kedua bangunan tersebut masih terlihat seperti bentuk aslinya, berupa sel-sel berukuran besar yang saya duga dulunya merupakan sel bangsal untuk menampung banyak tahanan sekaligus. Bangunannya cukup kokoh, meski menurut saya memang nggak "aman" untuk dijadikan sebagai ruang penjara.
Ah, kesal rasanya mengetahui hanya kedua bangunan ini yang bisa dipertahankan, sedangkan sebagian besar lainnya harus dirobohkan. Namun, saya tahu bahwa merawat gedung tua, sebagaimana banyak bangunan tua di Kota Lama, bukanlah perkara gampang, apalagi untuk merevitalisasinya agar berfungsi kembali.
Jadi, mau gimana lagi? Paling nggak, masih ada yang tersisa dari Penjara Mlaten, kan? (Murjangkung/E03)