Inibaru.id – Hawa sejuk khas pegunungan menyambut Tim Bakti untuk Negeri ketika sampai di Manggarai Timur. Tujuan terakhir Tim adalah Ruteng. Namun sebelum menuju ke sana, tim mampir ke satu sekolah legendaris di sini.
Namanya Seminari Puis Kisol. Di sinilah para calon rohaniawan Katolik setingkat SMP dan SMA digembleng. Dari sekolah ini lahir tokoh-tokoh hebat.
Sebut saja Josef Berty Fernandes sebagai duta besar di Bolivia, Benny Kabur Harman anggota DPR, Rikard Bagun yang jadi Chief Editor di Kompas, DB Selamun jurnalis senior Metro TV, dan yang terakhir, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate. Wah, keren ya!

Saat Tim berkeliling sekolah, tampak antena yang dipasang Badan Aksesibilitas Teknologi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Antena ini menjadi harapan baru sekolah agama ini.
“Kalau dulu saja orang dengan keterbatasan bisa menjadi orang-orang hebat, sekarang mereka dengan fasilitas yang lebih lengkap diharapkan jauh lebih hebat,” kata Presses Seminari Puis Risol RM Dyonisius Osharjo. Hm, sebuah harapan yang patut diamini bersama.
Selesai mengunjungi sekolah agama ini, perjalanan Tim berlanjut ke Cancar, Ruteng. Di dekat Rumah Sakit Santo Rafael, pelita itu menyala. Tempat ini merupakan Panti Asuhan dan Pusat Rehabilitasi kusta dan difabel Santo Damian.
Berdiri sejak 1966, tempat ini berawal dari pendirian Rumah Sakit bernama Santo Rafael setahun sebelumnya. Kini, Santo Darmian menjadi tempat bernaung 80 orang termasuk anak-anak yang membutuhkan bantuan. Mereka dilatih agar dapat hidup mandiri di masyarakat.

“Ada beberapa keterampilan ilmu, sesudahnya mereka bisa memilih apa saja. Yang mau sekolah ya sekolah, pengusaha punya kios, beternak atau bertani,” ujar Suster Fanselin SSpS Direktur Panti Asuhan Santo Damian.
“Marilah bergandeng tangan, sambil membantu yang lemah”. Begitulah nyanyian anak-anak yang penuh semangat ini. Raut wajah mereka jauh dari kesedihan. Yap, masa depan mereka juga masih panjang.
Suasana berubah menjadi sedikit haru ketika mereka menyanyikan lagu Ari Lasso, “Mengejar Matahari”. Meski ada tetes air mata yang mengiringi tawa, selama itu pula matahari harus terus dikejar. Related banget ya?
Gereja Vs Hoax
Sebagai daerah dengan umat Katolik terbesar di Indonesia, rasanya nggak berlebihan jika gereja juga memperingatkan umatnya untuk berhati-hati dalam menjalani hidup termasuk bijak bermedia sosial. Gereja punya andil besar dalam melawan hoax. Terlebih lagi jika hoax tersebut menyandingkan isu agama dengan politik praktis. Bagi Uskup Keuskupan Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat hal ini sangat berbahaya.
“Sekarang kita ini terjerembab dalam post-truth, hoak di mana-mana. Gereja dalam hal ini pakai mimbar, melalui mimbar hari Minggu dan acara lain. Para pastor mengingatkan agar bijak pakai media sosial,” ujarnya.
Selain itu keuskupan juga memakai “Surat Gembala”. Yakni yang isinya imbauan-imbauan moral dari gereja supaya memanfaatkan media sosial secara bijaksana. Kemudian juga melalui guru-guru yang ada di sekolah.
Dari upaya-upaya itu, Siprianus berharap peran gereja dalam memberikan edukasi dan etika moral bisa berjalan. Meskipun perlahan tapi tanpa henti untuk selalu bersuara.
“Jadi gereja selalu punya prinsip itu bahwa kita punya panggilan untuk membawa panggilan pesan-pesan, iman dan etika moral,” pungkasnya.
Kerukunan di kota ini nggak lepas dari pemuka agama yang dapat merangkul umatnya. Mereka dapat jadi teladan untuk saling mengasihi dan mentoleransi sekaligus memberi contoh bahwa meskipun berbeda, kita punya kesamaan mutlak sebagai manusia.
Semoga kerukunan di Ruteng ini bisa menjadi contoh daerah lain ya, Millens? (IB28/E05)