Inibaru.id - Tepian Sungai Mahakam Samarinda cukup sibuk hari itu. Awak kapal barang saling bahu membahu menurunkan barang pesanannya. Sesekali tangan mereka mengusap peluh yang mengucur dari dahi.
Bergeser sedikit ke Terminal Penumpang PT Pelindo tempat kapal-kapal besar berlabuh, para penumpang dari kota-kota lain mendarat. Mereka datang dengan berbagai tujuan.
Tim Bakti Untuk Negeri Ekspedisi Kalimantan mungkin nggak jauh beda dengan para penumpang itu. Tujuan Tim menginjakkan kaki ke Samarinda hendak melihat bagaimana pemanfaatan jaringan internet di Kalimantan. Sejak 2018 lalu, Badan Aksesibilitas Teknologi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah membangun jaringan internet di sana.

Seperti kata H Iwan, di pelabuhan, jaringan internet tentu punya peran penting, terutama dalam arus perdagangan.
Menurut pengusaha jasa ekspedisi ini, sebelum ada internet, barang kiriman sering kacau. Salah alamat dan perkiraan waktu yang sering nggak tepat merupakan aneka drama yang harus dilaluinya. Namun itu dulu.
“Sekarang ada bantuan handphone dan sinyal jadi serba mudah. Bisa saling koordinasi dengan pemilik barang. Sinyalnya juga sudah bagus,” ujarnya.
Usai mengulik area pelabuhan, tim ekspedisi ngobrol sebentar dengan plt Kadsi Kominfo Kaltim, Diddy Rusdiansyah. Kalau kata Diddy, sekitar 10 perkotaan atau kabupaten di Kaltim sebetulnya nggak punya masalah berarti dengan internet. Terutama seperti Samarinda, Kutai, Balikpapan dan Bontang.
“Tapi tetap ada daerah-daerah yang masih susah. Kami bersama Bakti terutama, akan terus berupaya untuk menjangkau daerah-daerah yang masih susah sinyal,” ucapnya.
Kaltim juga bersiap menyongsong rencana Pemerintah untuk menjadi ibukota di tahun 2024 nanti. Jika akan jadi ibukota, Kaltim secara potensi sumber daya alam siap dan maka dari itu, bersama Bakti perlu penambahan infrastruktur telekomunikasi dan internet.

Mendorong Potensi Wisata
Berkunjung ke Mencoba mencari tahu secara langsung perkataan Diddy Rusdiansyah tadi, Tim ekspedisi mengunjungi Desa Wisata Pampang. Di desa ini memegang tradisi suku dayak yang kuat. Oleh karena itulah, Desa Pampang mempromosikan tradisi Dayak menjadi daya tarik wisata.
Di Desa Pampang, internet sebetulnya sudah masuk pada 2007-2008 lalu. Sayangnya belum optimal. Barulah semua berubah ketika Bakti mulai berbenah.
“Kami sangat terbantu sekali dengan adanya internet. Dulu promosi hanya dari mulut ke mulut saja. Sekarang bisa melalui Instagram dan juga Facebook,” tuturnya.
Perjalanan Tim masih berlanjut. Usai dari Pampang, Tim menuju Tenggarong, Kutai Kartanegara yang juga dilintasi oleh Sungai Mahakam. Kota ini tampak sangat bersih.
Saban tahun, Tenggarong menyelenggarakan Upacara Adat Erau yakni sebuah ritual adat yang memohon rahmat bagi seluruh alam ciptaan. Para raja dan Sultan se-Asia Tenggara berkumpul di Museum Mulawarman. Tujuannya untuk mengenalkan Kerajaan Kutai ke mata dunia.

Setelah dari museum Tim menuju ke sebuah desa yang cukup terpencil. Namanya adalah Desa Budaya Kedang Ipil. Desa ini adalah yang paling tua di Kutai Kartanegara.
Sama seperti Desa Pampang tadi, masyarakat Kedang Ipil juga memegang erat
budaya leluhur. Salah satu tradisi yang terus dipertahankan adalah Parung
Perang. Yakni pertunjukan ketangkasan yang melibatkan dua lelaki dewasa unjuk
bertarung dengan menggunakan perisai. Sungguh tradisi yang menakjubkan.
Meskipun desa ini berada di pelosok, tapi internet sudah masuk sejak 2019. Sejak saat itu juga, aksesibilitas telekomunikasi jadi serba mudah.
“Dulu kalau butuh komunikasi susah. Harus naik bukit dulu untuk dapat sinyal. Itupun juga kadang nggak dapat juga,” kata Sartin, sekretaris adat.
Hm, semoga keberadaan internet bisa membuat desa-desa di sekitar Mahakam juga ikut maju ya, Millens. (IB28/E05)