Inibaru.id – Seperti di banyak daerah lain, masyarakat Jawa juga memiliki tradisi unik yang diwariskan dari para leluhur. Nggak cuman sebagai syarat, tradisi warisan nenek moyang ini ada kaitannya dengan kepercayaan yang bisa memberikan fungsi tertentu lo.
Salah satu tradisi yang masih lestari adalah tradisi tingkeban (tujuh bulanan). Tradisi ini dilakukan pada bulan ke tujuh masa kehamilan sang calon ibu. Uniknya, tradisi tingkeban biasanya dilakukan hanya sekali untuk anak pertama, sehingga pada kehamilan anak kedua, ketiga, dan seterusnya, nggak perlu dilakukan.
Upacara tingkeban bagi masyarakat Jawa adalah wujud permohonan kepada Sang Pencipta agar sang ibu yang sedang mengandung diberi keselamatan saat proses mengandung dan melahirkan calon bayi. Begitu juga bayi diharapkan dapat tetap sehat, selamat, hingga lahir ke dunia.
Tradisi ini biasa dilakukan pada tanggal 7, 17, atau 27 sebelum purnama menurut penanggalan Jawa. Kalau soal tempat upacara, diadakan di samping kiri atau kanan rumah dengan menghadap ke arah timur.
Rangkaian Prosesi Tingkeban
Prosesi dimulai dengan membaca beberapa surat Al Quran seperti Al-Fatihah, Al-Ikhlas (3x), Al-Falaq, An-Nas, dan Ayat Qursi (7x). Selain itu, bisa juga membaca Surat Luqman dan Maryam. Jika sudah selesai, dilanjutkan dengan prosesi penyiraman ibu hamil oleh sesepuh dan suami.
Siraman dilakukan oleh lima hingga sembilan orang, bersamaan dengan sang ibu yang memegang seekor ayam, telur ayam kampung, dan buah kelapa. Benda-benda ini disiram bersama dengan air yang didapatkan dari sendang atau sumber air terdekat dengan rumah.
Omong-omong, ya, siraman ini bisa dianggap sebagai simbol harapan bahwa kelak bayi akan lahir dengan suci dan bersih.
Setelah prosesi ini selesai, sang ibu wajib melepaskan ayam dan memasukkan telur kampung ke dalam kain. Telur akan menggelinding ke bawah dan pecah. Ini menyimbolkan makna bahwa bayi nantinya lahir dengan mudah laiknya telur yang menggelinding.
Menebak Kelamin Calon Bayi dengan Kelapa
Prosesi siraman telah selesai, sang ibu selanjutnya melaksanakan upacara ganti busana kain dan kemben sebanyak tujuh buah. Busana yang terakhir dipakai adalah busana yang terbaik. Harapannya, prosesi ini bisa membuat bayi memiliki sifat yang baik.
Lanjutan dari prosesi ini adalah brojolan. Nah, prosesi ini adalah yang paling ditunggu-tunggu. Di prosesi brojolan ini, ada sepasang kelapa gading muda yang diukir laiknya tokoh pewayangan Janaka dan Srikandi. Keduanya dipilih sejak dulu karena sifat mereka yang dikenal baik.
Kelapa diletakkan di atas perut sang ibu dan kemudian diambil lalu dipecah oleh suaminya. Jika pecahan berupa garis lurus, bisa dikatakan bayi yang dikandung adalah perempuan. Sebaliknya, jika pecahan berupa garis miring, bayi adalah laki-laki.
Setelah upacara brojolan selesai, upacara pecah gentong air dan gayung dari tempurung kelapa bergagang kayu kemuning dilanjutkan. Prosesi ini adalah simbol agar bayi dapat memiliki cengkir (kenceng pikir) yang berarti lurus jalan pikirannya.
Dodol Dawet ayu, Rujak, dan Prosesi Kenduren
Hampir selesai, selanjutnya sang ibu melakukan treatikal berjualan dawet ayu dan rujak. Dalam prosesi ini, disediakan uang mainan dari pecahan genteng yang dimasukkan ke dalam gerabah dan bisa dipakai untuk membeli apa yang dijual oleh sang ibu.
Jika sudah, gerabah akan dipecah tepat di depan pintu rumah. Hal ini adalah simbol agar kelak sang bayi mendapatkan rezeki yang berlimpah ruah.
Acara tingkeban dilanjutkan dengan acara kenduren atau kenduri. Prosesi ini dilengkapi dengan sajian tujuh tumpeng dengan lauk pauk yang khas, tepatnya satu tumpeng besar di tengah dan enam lain yang mengitarinya. Kamu juga bisa menemukan jenang merah dan putih. Semua penganan itu adalah simbol agar bayi yang lahir dapat sehat dan kuat laiknya tumpeng yang megah.
Nah, prosesi yang terakhir adalah seret tikar. Prosesi ini dilakukan oleh seseorang yang pertama kali keluar dari acara kenduren. Hal ini diartikan agar sang bayi dapat dipermudah dalam kelahirannya nanti.
Hm, menarik ya, Millens. Kamu pernah mengikuti acara tingkeban nggak, nih? (Geo/IB31/E07)