inibaru indonesia logo
Beranda
Tradisinesia
Sejarah Nama Dlingo, Salah Satu Kapanewon Paling Populer di Yogyakarta
Selasa, 2 Jan 2024 09:48
Penulis:
Bagikan:
Mangunan, salah satu tempat wisata populer di Dlingo, Bantul. (Liputan6)

Mangunan, salah satu tempat wisata populer di Dlingo, Bantul. (Liputan6)

Selain memiliki banyak tempat wisata alam dengan pemandangan luar biasa, sejarah nama Dlingo, Bantul, Yogyakarta, ternyata sangat menarik karena terkait dengan berdirinya Kerajaan Mataram Islam.

Inibaru.id – Kamu sering wisata di Yogyakarta, Millens? Kalau iya, pasti nggak asing lagi dengan nama Dlingo, salah satu kapanewon (kecamatan) yang ada di Kabupaten Bantul. Di kecamatan yang berjarak kurang lebih 25 kilometer dari pusat kota Yogyakarta ini, ada banyak sekali wisata alam yang cantik dan menarik.

Sebut saja Kebun Buah dan Hutan Pinus Mangunan, Puncak Becici, Hutan Pinus Pengger, Hutan Pinus Asri, Wisata Alam Watu Lawang, hingga Air Terjun Randusari selalu disesaki wisatawan dari dalam dan luar wilayah Yogyakarta saat musim liburan. Ya, tempat-tempat tersebut memang seindah itu.

Tapi, kamu pernah terpikir nggak mengapa nama kapanewon itu adalah Dlingo? Kalau soal ini, kita tilik dulu yuk sejarah dari kepanewon yang meliputi wilayah Kalurahan Dlingo, Mangunan, Muntuk, Temuwuh, Terong, dan Jatimulyo tersebut!

Dlingo ternyata sudah eksis saat Perang Jawa (1825-1830) yang dikobarkan Pangeran Diponegoro. Tapi, kala itu, Dlingo lebih dikenal sebagai sebuah desa. Karena Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda, bisa dikatakan pihak penjajahlah yang memenangi perang tersebut. Dampaknya, sesuai dengan Perjanjian Klaten yang diadakan pada 27 September 1830, wilayah Kasultanan menyusut hingga hanya meliputi Mataram yang ada di selatan Gunung Merapi dan Gunungkidul.

Dalam perjanjian itu pula, ada sejumlah tanah dengan luas 500 cacah yang menjadi enclave yang dimiliki Kasunanan Surakarta. Nah, salah satu dari wilayah enclave tersebut adalah Dlingo.

Puncak Becici di Dlingo, Bantul. (joglowisata)
Puncak Becici di Dlingo, Bantul. (joglowisata)

Semenjak 1950, pemerintah Indonesia membuat peraturan yang isinya adalah daerah yang masuk wilayah Kasultanan dan Pakualaman yang kemudian dikenal sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta. Nah, Dlingo yang awalnya adalah enclave yang diurus Kasunanan Surakarta kemudian masuk wilayah DIY.

Tapi, jika kamu pengin tahu kapan nama Dlingo mulai dipakai sebagai nama desa, kita bisa menilik sebuah cerita rakyat yang dipercaya masyarakat setempat tentang Ki Ageng Perwito Sidiq, seorang bangsawan keturunan Sultan Trenggono dari Kesultanan Demak Bintoro. Tatkala pusat kesultanan dipindah ke Pajang oleh Sultan Hadiwijaya, dia ikut boyongan dan kemudian diangkat jadi pujangga kerajaan.

Tatkala terjadi konflik yang menandai berakhirnya masa Kerajaan Pajang dan dimulainya masa Kerajaan Mataram Islam, Ki Ageng Perwito Sidiq memilih untuk menyingkir ke Delanggu, Klaten. Di sana, dia mengajarkan banyak ilmu dari ilmu pertanian, agama Islam, dan budaya ke masyarakat setempat.

Nah, pada suatu hari, saat Ki Ageng Perwito Sidiq berada di Desa Krendetan, dia mengecek Bokor Kencono dan melihat turunnya Ratu Kencono alias wahyu di sebuah bukit di Gunung Pasar. Di tempat inilah, dua orang yang jadi pendiri Mataram Islam, yaitu Ki Ageng Giring III dan Ki Ageng Pemanahan menerima wahyu keraton usai bertapa. Keduanya lalu membuka Alas Mentaok yang kemudian jadi cikal-bakal pusat kerajaan Mataram Islam.

Nah, tempat keduanya mendapatkan wahyu keraton itu kemudian diberi nama “Dlingo”, sesuai dengan kata “delengo” yang bermakna “lihatlah” sebagaimana saat Ki Ageng Perwito Sidiq melihat turunnya wahyu Ratu Kencono, Millens. (Arie Widodo/E10)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved