Inibaru.id – Perhiasan emas adalah salah satu benda yang bisa ditemui di rumah-rumah di Indonesia. Ada yang sering dipakai, ada juga yang dijadikan simpanan saja. Masalahnya karena berbagai sebab, terkadang perhiasan emas ini jadi rusak atau bahkan patah. Nah, kalau sudah begini, sebaiknya kita segera mencari pematri emas, deh.
Beda dengan emas batangan, perhiasan emas biasanya dibuat tipis dan rentan untuk patah. Gelang, anting, atau kalung bisa saja memiliki kaitan yang tipis dan mudah patah. Kalau sudah begini, pasti langsung pusing, kan, Millens?
Untungnya sih, ya, ada pematri emas yang siap untuk memperbaiki perhiasan-perhiasan emas yang rusak tersebut. Nah, salah satu orang yang sudah lama menjalani profesi ini adalah Imbarni. Kamu bisa kok menemuinya mangkal di depan sebuah toserba yang berlokasi di Jalan K.H. Wahid Hasyim, Kawasan Pecinan Semarang, di gerobak kecilnya.

Imbarni ini sudah sangat berpengalaman dalam dunia pematrian emas. Maklum, dia sudah berkecimpung di dunia logam mulia sejak 1978, lo.
“Saya dulu pergi dari kampung saya dari Trenggalek, Jawa Timur ke Semarang pada 1978. Saya mulai bekerja ikut orang di toko emas,” cerita Barni tentang dari mana keahlian mematri emasnya berasal, Kamis (12/08/2021).
Usai bekerja di toko emas selama 20 tahun, nasib benar-benar mengubahnya. Krisis ekonomi 1998 membuat tempat dia mengadu nasib gulung tikar. Untungnya, Imbarni nggak patah arang dan akhirnya banting setir menjadi pematri emas gerobak di pinggir jalan.
“Sekitar 20 tahun kerja di toko yang dulunya di situ (menunjuk toko di belakangnya). Yang punya kebanyakan main nomor (judi). Padahal tokonya baru saja dilunasin. Eh, waktu tahun 98 malah bangkrut,” lanjut Barni.

Soal berapa tarif yang dikenakan kepada pelanggan yang ingin memperbaiki perhiasan emas yang patah, Imbarni mematok harga Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu untuk sekali patri.
“Harga tersebut tergantung tingkat kesulitan dan patahannya,” tegas Barni.
Barni mengaku pekerjaannya sebenarnya nggak benar-benar susah, termasuk bagi para pemula sekalipun. Meski begitu, tingkat ketelitian yang dibutuhkan memang sangat tinggi.
“Cara patrinya nggak susah untuk saya yang udah pengalaman. Semua bisa kalau mau belajar,” papar Barni.
Soal alat dan bahan yang dia persiapkan untuk pekerjaannya, ada bermacam-macam, Millens. Ada lapisan emas dan perak yang dicampur 1:3, pompa udara, selang, besi patri (blender), bensin, tang, korek, dan kaca pembesar.

Lantas, seperti apa sih proses mematri perhiasan emas yang biasa dia lakukan?
“Pertama, siapkan ulenan emas dan perak yang masih padat dengan perbandingan 1:3. Lalu siapkan semua alatnya. Pompa sejenak untuk menaikkan bensin melewati selang dan blender, kemudian nyalakan api dengan korek. Selanjutnya, arahkan blender yang pucuknya ada api membara. Pastikan pompa bensin stabil dengan kaki,” jelas Barni sembari memberikan contoh langsung bagaimana cara mematri emas.
Terlihat jelas Barni yang sudah berusia 69 tahun ini sangat berpengalaman dalam menjalankan tugasnya. Sayangnya, dia nggak bisa sering-sering unjuk keahlian ini karena pelanggan nggak selalu datang. Dia bahkan mengaku sering nggak mendapatkan satu pelanggan pun selama tiga atau empat hari.
Meski berat, Barni ikhlas menjalankan profesinya. Dia juga bangga karena dengan kegigihannya selama ini, tiga anaknya mampu mengenyam bangku sekolah.

“Bersyukur dari kerjaan utama ini bisa nyekolahin tiga anak, yang terakhir baru saja lulus sarjana tahun ini,” pungkasnya.
Imbarni biasa mangkal dari pukul 10.00 WIB hingga 15.00 WIB. Jam kerjanya memang pendek, namun dia nggak mengenal hari libur sama sekali. Untungnya, dia nggak sendirian. Ada rekan-rekan sesama pematri emas, para pekerja seni logam mulia di Kawasan Pecinan yang bisa jadi rekan ngobrol sembari menunggu para pelanggan. (Kharisma Ghana Tawakal/E07)