Inibaru.id - Siang itu saya agaknya terlambat. Selain rute jalan di Kota Lama Semarang yang kini semakin membingungkan, saya juga harus berhadapan dengan tukang parkir bawel. Tergopoh-gopoh saya masuk ke Galeri UMKM di Kota Lama yang belum lama ini beroperasi. Di bagian kuliner, dua perempuan berjilbab telah menunggu saya.
Salah satunya adalah Farah, dara muda yang saya kenal lewat Twitter. Dari platform tersebut dia menawarkan dagangan ibunya berupa roti ganjel rel. Lalu apa yang bikin saya tertarik? Siapa sangka, ibu dari Farah ini adalah pembuat ganjel rel langganan Wali Kota Semarang setiap dugderan.
Namanya Aunil Fadlilah, perempuan paruh baya yang sudah puluhan tahun bergelut di dunia bakery, terutama roti ganjel rel. Belum sempat berbincang, Aunil sudah menyajikan beberapa potong ganjel rel yang seketika bikin saya good mood. He
Sambil menunggui saya mengunyah roti dengan nama Gandjel Rel Masjuki itu, perempuan yang akrab disapa Aunil tersebut mengaku kiprahnya dalam "memanggang" ganjel rel nggak bisa dipisahkan dari peran almarhum suaminya, Marzuki. Sejak 1994, dirinya dan suaminya memberanikan diri untuk merintis toko kue. Kisahnya dimulai saat suaminya menjadi takmir Masjid Kauman pada akhir 1990-an silam.
“Tahun 1999 atau 2000 gitu, saat menjelang dugderan meminta untuk ditampilkan jajanan khas Semarang,” tutur ibu tiga anak ini.
Sebelum pilihan jatuh pada roti ganjel rel, ada jajanan lain seperti lunpia, kue moho, dan bakpao yang sempat masuk ke daftar. Akhirnya ketua takmir Masjid Kauman saat itu menjatuhkan pilihannya pada roti ganjel rel yang dianggap mewakili kuliner Semarang.
Aunil dan suaminya pun mendapatkan tawaran membuat roti ganjel rel untuk dibagikan pada masyarakat saat perayaan dugderan. Suami Aunil bertugas menyiapkan bahan terbaik, sementara dirinya bertugas meracik resep ganjel rel yang akan diseleksi takmir.
Nggak mudah baginya untuk meracik resep yang tepat. Aunil mengaku sempat membuat sekitar 8 resep berbeda untuk menemukan racikan yang pas.
“Saat itu terpilih satu resep dengan sedikit perbaikan. Akhirnya dapat pesanan 1500 potong ganjel rel untuk perayaan dugderan tahun 1999 atau 2000, saya lupa,” ungkap perempuan berkacamata ini.
Perempuan yang lahir dari keluarga yang mahir membuat berbagai jajanan ini mengaku resepnya ini telah disesuaikan dengan selera masyarakat. Teksturnya nggak lagi terlalu bantat seperti ganjel rel klasik namun tetap memiliki cita rasa sama.
“Ganjel rel lawas bantat dan seret, saya buat taste-nya tetep ganjel rel tapi teksturnya agak lembut, supaya lebih masuk dengan selera milenial,” ungkapnya.
Waktu berlalu, tapi roti Ganjel rel Aunil tetap jadi langganan takmir Majid Kauman setiap Dugreran. Kali terakhir perempuan yang juga mengajar mengaji ini dapat pesanan 10.000 potong ganjel rel untuk perayaan Dugderan 2019 lalu.
Karena sudah jadi langganan dugderan, Aunil kini memakai tagline Gandjel Rel Dugderan sebagai kekhasan produknya. Kini dia mengreasikan ganjel rel menjadi berbagai produk seperti pai dan kue kering. Sarjana pendidikan agama Islam ini berharap agar makanan khas Semarang ini bisa bersanding dengan makanan hits lainnya.
Baca Juga:
Awal Mula Kue Putu dan Kenapa Caranya Memanggil Pelanggan seperti Suara Tangisan yang Pilu“Harapan saya bisa menyandingkan ganjel rel dengan makanan lain seperti pizza atau brownies yang nggak kalah rasa dan gizinya,” tutupnya sambil guyon tapi saya amini dengan betul.
Nah kamu sendiri sudah pernah mencoba makanan khas Semarang yang satu ini belum, Millens? (Zulfa Anisah/E05)
Gandjel Rel Dugderan Masjuki
Kios : Relokasi Pasar Johar Blok F no 8
Harga : Rp 3.000 – Rp 30.000
IG : Gandjelrel Dugderan
FB : Oemah gandjelrel