Inibaru.id - Fenomena puting beliung yang mirip dengan angin tornado menerjang Kepulauan Seribu viral di media sosial setelah Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengunggah foto fenomena ini di akun Twitter pribadinya.
“Tiga puting beliung muncul bersamaan di perairan Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Alam sudah berubah. Cuaca ekstrem semakin meningkat,” cuit Sutopo di akun Twitter-nya @Sutopo_BNPB.
Meskipun puting beliung termasuk sering terjadi di Indonesia, munculnya tiga puting beliung yang menerjang satu kawasan secara bersamaan sangatlah jarang terjadi. Menurut Deputi Bidang Meteorologi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prabowo Rahadi, fenomena ini disebut sebagai watersprout.
Baca juga:
Ribuan Ikan Nila Mendadak Mati di Mukomuko
50 Ribu Lebih Santri Baca Kitab Kuning Pecahkan Rekor Muri
Watersprout adalah pusaran kuat yang berbentuk kolom, tiang, atau corong air yang muncul dari dasar awan berjenis kumulus atau kumolunimbus di atas perairan. Bentuknya yang seperti corong atau tiang inilah yang membuatnya mirip dengan angin tornado berukuran kecil. Fenomena ini terjadi di area perairan yang mengalami pemanasan kuat sehingga menyebabkan penguapan yang sangat tinggi. Uap air di udara dengan jumlah tinggi inilah yang membentuk awan kumolunimbus. Hanya saja, terdapat perbedaan suhu pada dasar awan yang memicu terbentuknya pusaran angin.
“Kejadian watersprout terjadi pada dasar awan kumolunimbus yang besar dengan dasar awan yang suhunya tidak merata, sehingga terjadi pusat-pusat sistem tekanan rendah yang dapat memicu terbentuknya aliran pusaran dari udara sekitar dasar awan menuju pusat sistem tekanan rendah (di dasar awan tersebut). Begitu kuatnya pusaran tersebut, pusaran itu dapat menjulur dari dasar awan ke permukaan di bawahnya (perairan) sehingga permukaan di bawahnya dapat tersedot oleh pusaran dan naik ke atas” ungkap Rahadi sebagaimana dikutip dari Liputan6 (23/10).
Baca juga:
Sindrom Sleeping Beauty Dipicu oleh Gigitan Lalat?
Si Putri Tidur Terlelap Belasan Hari
Fenomena ini kerap muncul pada kondisi musim peralihan antara musim kemarau ke musim penghujan. Biasanya, fenomena ini terjadi saat pagi menjelang siang karena saat itulah pemanasan yang sangat kuat terjadi di permukaan laut.
Sutopo menyebut munculnya tiga puting beliung yang berjejeran ini sangat jarang terjadi di wilayah tropis. Ia pun menganggap hal ini adalah tanda akan perubahan iklim yang terjadi akibat rusaknya lingkungan dan kesimbangan sistem bumi.
Beruntung, puting beliung yang terjadi dekat dengan Pulau Opak dan belakang Pulau Kaliage ini tidak menimbulkan korban jiwa atau kerusakan bangunan karena pulau-pulau tersebut tidak berpenghuni. (AW/SA).