Inibaru.id – Indonesia dan Swiss telah menandatangani Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) antara Republik Indonesia dengan Konfederasi Swiss di Bernerhof Bern, 4 Februari 2019. Dalam perjanjian tersebut, terdapat 39 pasal yang mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan hingga perampasan kembali aset hasil tindak kejahatan yang terjadi di Indonesia.
Dilansir dari Merdeka.com, Rabu (6/2/2019), Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril, menilai penandatanganan perjanjian MLA menunjukkan adanya aset kotor warga negara Indonesia yang tersimpan di Swiss.
"Itu salah satu tujuannya (penandatanganan perjanjian MLA) karena kita tahu Swiss menjadi negara yang paling aman untuk menyimpan aset dari hasil kejahatan karena ketatnya sistem perbankan mereka, sehingga ini perlu didorong adanya kerjasama hukum," kata Oce.
Selain karena sistem perbankan yang ketat dan aman, Swiss juga termasuk negara kecil yang menjanjikan tarif pajak rendah hingga nol persen sehingga banyak orang Indonesia maupun perusahaan asing menyimpan uang atau hartanya di sana, termasuk hasil dari kejahatan seperti korupsi dan narkotika.
Selain Swiss, ada beberapa negara kecil yang berpotensi menjadi tempat simpan uang yang aman dan murah pajak, yakni Singapura, Hongkong, dan Cayman Island. Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan di Singapura hanya sebesar 17 persen, Hongkong 16,5 persen, Swiss 17,92 persen, dan negara tax heaven countries Cayman Islands yang membebaskan pungutan pajak perusahaan alias nol persen. Sementara di Indonesia, saat ini mematok PPh menjadi sebesar 18 persen.
Penandatanganan MLA ini diharapkan menjadi jalan pembuka bagi pemerintah untuk menarik aset khususnya yang tersimpa di Swiss yang terindikasi diperoleh dari tindak kejahatan. Ini akan sangat membantu proses hukum untuk mencari barang bukti atau menghadirkan saksi. Supaya nantinya kasus korupsi dapat diberantas sampai tuntas. Setuju nggak, Millens? (IB07/E05)