Inibaru.id - Aroma kemenyan tercium menyengat ketika saya berada di dekat Tugu Soeharto Semarang, Selasa (18/7/2023) malam lalu. Menjelang tengah malam, aromanya kian kentara. Orang-orang yang menyambangi monumen yang terletak di bantaran Sungai Kaligarang itu pun kian banyak.
Tiap menjelang pergantian tahun Jawa atau dikenal sebagai Malam Satu Suro, suasana di sekitar tugu setinggi 8 meter tersebut memang selalu begitu. Di tengah suasana yang gelap gulita, mereka berkumpul untuk mengikuti ritual berendam atau kungkum di sungai di dekat tugu tersebut.
Untuk yang belum tahu, kungkum di sungai dekat Tugu Soeharto adalah ritual rutin yang telah berusia puluhan tahun. Menjelang pergantian tahun, orang-orang berendam di tempuran atau pertemuan dua aliran sungai, yakni Kaligarang dan Kreo, itu salah satunya untuk memperoleh kemudahan rezeki.
Malam itu, ratusan orang tampak sudah memadati tanah lapang di dekat tugu yang masuk wilayah Bendan Duwur, Kecamatan Gajahmungkur itu. Saat saya datang, sekompok orang berpakaian Jawa lengkap dengan blangkonnya tengah melakukan sebuah ritus atau doa.
"Mereka sedang melakukan ritus atau semacam pemanggilan arwah," ucap seorang panitia yang enggan disebutkan namanya.
Mendatangkan Keberkahan
Sekitar 20 menit menuju tengah malam, saya tersentak melihat sesosok lelaki tua yang tiba-tiba melintas di depan saya dengan tertatih-tatih. Dituntun seorang anak muda, dalam keremangan malam dia menuruni bantaran, lalu keduanya berendam. Mata mereka terpejam seperti bermeditasi.
Bambang, orang yang berdiri tepat di sebelah saya rupanya juga menyaksikan kejadian tersebut. Lelaki asal Sambitoro, Kecamatan Tembalang, Semarang itu pun mendengus.
"Miris ya, Mas? Yang sepuh dan jalannya sudah susah masih semangat buat kungkum, sementara para anak muda si sini hanya nonton dan ngerokok," keluhnya sembari memandang ke sekitar.
Menurut saya, keluhan lelaki 59 tahun itu beralasan. Dia sudah sejak kecil menjadi bagian dari tradisi kungkum tersebut. Dia juga meyakini bahwa agenda tahunan di Tugu Soeharto ini mampu mendatangkan keberkahan.
"Meski semuanya balik lagi ke pribadi masing-masing, orang yang percaya (dengan tradisi ini) yakin rezeki mereka akan dipermudah seusai kungkuman," terang Bambang penuh keyakinan. "Sayang, sejauh ini memang nggak ada panduan untuk ritual tersebut, meski sejatinya penting."
Diikuti Berbagai Kalangan
Menjelang dini hari, satu demi satu pengunjung mulai menuruni bantaran. Udara dingin yang menyeruak di wilayah tersebut nggak menghalangi niat mereka untuk kungkum. Baik perempuan atau laki-laki dari berbagai kalangan usia dan tingkat ekonomi menyatu di dalam air sungai yang nggak terlalu dalam itu.
Saqib Amanullah, salah seorang peserta remaja dalam tradisi tersebut, mengaku senang bisa menjadi bagian dari tradisi tersebut. Cowok yang masih duduk di bangku SMA itu mengatakan, dirinya baru kali pertama mengikuti tradisi kungkum.
"Tadi kungkum sekitar setengah jam. Saya ikut karena mendampingi kakek. Yang saya tahu, ritual ini dilakukan untuk mencari berkah dan menolak bala," ucapnya.
Kendati nggak terlalu memahami tradisi kungkum tersebut secara mendetail, orang tuanya sudah lebih dulu membekalinya dengan beberapa informasi penting sebelum ritus dilakukan, seperi tata krama dan doa-doa yang harus dirapalkan saat kungkum.
"Pas di rumah sudah diajari orang tua, sih. Sebelum berendam tadi kami juga sempat bakar kemenyam dulu," paparnya.
Keyakinan Masing-Masing
Nggak lama setelah acara kungkum selesai, saya sempat bertemu orang yang memimpin ritual itu. Lelaki yang biasa disapa Gondrong tersebut merupakan tetua setempat. Namun, saat saya menanyakan sejarah dan manfaat ritual ini, dia memilih tersenyum.
"Kalau menjelaskan (sejarah tradisi kungkum), maaf saya nggak bisa. Sejak kecil saya sudah ikut. Ini tradisi leluhur," ujar Gondrong.
Dia menambahkan, biasanya orang-orang kungkum di Tugu Soeharto sekitar seperempat jam. Alasan mereka melakukan ritual tersebut bermacam-macam. Menurutnya, terkait niat dan tujuan, dia mengembalikannya kepada keyakinan masing-masing.
"Ada puluhan, bahkan ratusan orang, dari mana-mana, yang mengikuti kungkum setiap Malam Satu Suro. Namun, maaf, saya nggak bisa menjelaskan banyak, takut salah paham," pungkasnya.
Terlepas dari kurangnya informasi terkait ritual ini, tradisi kungkum di Tugu Soeharto yang mampu bertahan hingga puluhan tahun menunjukkan bahwa masyarakat Semarang telah menerima tradisi tersebut sebagai bagian dari kehidupan mereka. Sepakat, Millens? (Fitroh Nurikhsan/E10)