Inibaru.id – Tanaman hasil rekayasa genetik atau genetically modified organism (GMO) masih jadi perdebatan banyak orang di seluruh dunia hingga kini. Di AS, aktor dari benih dan produk pangan transgenik itu diperankan perusahaan agrukultur multinasional Monsanto, yang belum lama ini dicaplok Bayer dari Jerman.
Selama ini, Monsanto dianggap sebagai tokoh jahat dalam usaha manusia memeroleh makanan sehat. Bahkan, dalam beberapa kesempatan terakhir, Bayer yang sekarang membawahi Monsanto, beberapa kali harus membayar ganti rugi lantaran kalah di pengadilan, untuk kasus kesehatan yang disebabkan Monsanto.
Citra buruk Monsanto ini berkebalikan dengan Dupont, perusahaan agrikultur dan nutrisi lain, yang juga punya andil dalam merekayasa produk pangan. Bayer yang disinyalir mengeluarkan produk transgenik juga tetap punya nama baik di Jerman, negara yang sebagian warganya menolak Monsanto.
Nggak hanya di Amerika dan Eropa, sejumlah orang Indonesia pun telah mati-matian menolak GMO. Bahkan, beberapa di antara mereka terlibat dalam aksi menolak GMO atau produk transgenik tersebut. Namun, benarkah produk hasil rekayasa genetika ini benar-benar buruk?
Fakta-Fakta Produk Transgenik

Ada yang menyebut tanaman-tanaman hasil modifikasi genetika berbahaya untuk dikonsumsi. Namun, banyak pula orang yang menyebut tanaman ini sudah aman dan bisa memberikan manfaat jika dikonsumsi. Lantas, mana yang benar?
1. Kesalahan Definisi
Konon, kemunculan anggapan GMO sebagai produk berbahaya berawal dari kesalahan definisi tanaman ini, yang membuatnya diartikan sebagai mutasi genetik. Padahal, yang benar adalah modifikasi genetik.
Kata “mutasi” inilah yang dianggap sebagai hal yang berbahaya. Faktanya, sebelum ada teknologi modern pun, manusia sudah melakukan modifikasi genetik pada tanaman, salah satu bentuk rekayasa itu adalah kawin silang.
2. Telah Dilakukan Sejak Lama
Jagung, misalnya, hampir semua jenis yang kita konsumsi saat ini adalah tanaman hasil rekayasa genetika. Tanaman ini adalah hasil modifikasi dari tanaman liar teosinte. Kalau memang semua produk transgenik berbahaya, harusnya jagung nggak boleh dikonsumsi, bukan?
3. Meningkatkan Hasil
Sejatinya, motif utama manusia memodifikasi tanaman adalah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panennya. Sampai di sini, tujuan tersebut tentu saja mulia karena akan menghemat waktu, tenaga, dan biaya, termasuk lahan yang kian terbatas.
Selain itu, tanaman juga direkayasa agar lebih tahan terhadap hama, misalnya ulat atau wereng. Dengan membuat tanaman yang tahan hama, tentu penggunaan pestisida berbahaya bisa ditekan juga, bukan? Jadi, ada nilai positifnya juga!
Sisi Negatif Produk Transgenik

1. Rantai Makanan yang Terganggu
Ada yang bilang, kehidupan adalah rangkaian mata rantai yang saling berkaitan. Jadi, jika satu mata rantai dihilangkan, rangkaian itu bakal terganggu. Pun demikian dengan rantai makanan. Inilah yang kerap menjadi alasan kenapa GMO berbahaya.
Sebagai contoh, tanaman yang tahan hama akan menekan jumlah ulat atau serangga di alam bebas. Dampaknya, tentu saja rantai makanan alami bisa terganggu, karena banyak predator kehilangan sumber pakannya. Inilah satu sisi negatif dari memodifikasi tanaman.
2. Menyebabkan Alergi
Selain itu, beberapa orang juga mengaku mengalami alergi pada satu produk tertentu, katakanlah kedelai, yang ditengarai merupakan hasil rekayasa genetik. Padahal, sebelumnya dia nggak mengalami alergi kedelai. Kenapa bisa begitu?
Jadi, dalam memodifikasi pangan, terkadang unsur genetik pada tanaman lain dimasukkan ke dalam tanaman transgenik itu. Nah, bisa jadi, orang itu mengalami alergi bukan karena kedelai, tapi unsur lain yang dimasukkan ke dalam kedelai itu, yang membuatnya alergi.
Untuk kasus ini, beberapa produk GMO biasanya juga disertai dengan riwayat rekayasa genetika yang telah dilakukan di dalamnya.
3. Mengakibatkan Tumor?
Ilmuwan Gilles-Eric Seralini dari Universitas Caen Prancis sempat mengkritik klaim bahwa tikus-tikus yang mengonsumsi jagung GMO mengalami tumor di jurnal Food and Chemical Toxicology. Menurutnya, penelitian dilakukan dengan cara yang buruk dengan analisis yang cukup lemah.
Sementara, menurut Alan McHughen dari Universitas California di Riverside Amerika Serikat, tikus-tikus yang diteliti memang sudah memiliki kecenderungan mengidap tumor.
Hingga saat ini, WHO dan FAO dari PBB meyakini jika produk-produk tanaman GMO di pasaran nggak lebih berbahaya dibandingkan dengan tanaman-tanaman biasa. Jadi, perihal kemungkinan memicu tumor belum bisa dibuktikan kebenarannya.
Nggak ada salahnya kembali ke produk-produk organik dan mengabaikan makanan dari hasil rekayasa genetika. Namun, menolak tanpa mengetahui kebenarannya tentu saja nggak bijak. Lakukan saja yang menurutmu paling benar ya, Millens! (Idn/IB09/E03)