Inibaru.id - Kalau ada koran, majalah atau buku, yang sudah nggak terpakai jangan dibuang ya. Gambar-gambar di dalamnya bisa menjadi sebuah karya seni lo. Yap, namanya adalah seni kolase. Kurang lebih pengertiannya adalah seni yang menggabungkan beberapa gambar menjadi sebuah gambar utuh.
Di Kota Semarang, ada komunitas yang berkegiatan melalui seni kolase. Namanya adalah “Kolasemauku”. Berawal dari karena ingin memeringati hari Kolase Sedunia pada akhir 2017, nggak disangka peringatan tersebut malah berlanjut menjadi sebuah komunitas.
Rifqi Ali penggiat komunitas Kolasemauku berkata kalau seni kolase bukan sekadar gambar yang ditempel-tempel. “Orang tahunya mungkin gambar yang ditempel-tempel namun itu lebih seperti sebuah prinsip,” ujar pria yang saat ini berusia 27 tahun tersebut saat ditemui dalam acara “Pesta Pantai”, Jumat (15/11). Menariknya, kata Rifqi seni kolase ini untuk propaganda di negari asalnya yaitu Eropa.
Kolasemauku memiliki banyak agenda rutin. Salah satunya adalah dengan menggelar workshop membuat kolase. Kemudian kegiatan lain yakni pameran di kafe-kafe dan kolaborasi bersama pegiat seni lain. Kata Rifqi, output dari kolaborasi itu biasanya berbenuk sebuah zine.
FYI, zine itu media cetak alternatif yang biasanya diterbitkan perorangan atau kelompok kecil. Bisa dibilang zine itu majalah versi simpel.
Salah satu contoh karya dari Kolasemauku. (Inibaru.id/ Audrian F)
Dalam setiap workshop, Rifqi menekankan pentingnya orang mengetahui seni kolase. Pertama, agar bisa digunakan untuk mendaur ulang barang-barang yang sudah nggak terpakai seperti koran atau majalah. Gambarnya bisa jadi karya seni. Kedua, kolase ini bisa jadi alternatif buat orang-orang yang pandai menggambar. Belajarnya pun ngga butuh waktu lama.
Rifqi bercerita hampir semua anggota Kolasemauku dalam membuat kolase awalnya hanya iseng-iseng saja. Tapi lambat laun jadi ketagihan. Lalu dalam kolase sendiri ada beberapa jenis teknik, terutama pada cara pemotongan gambarnya, mulai dari menyobek langsung, menggunakan gunting sesuai bentuk yang diinginkan dan bisa juga menggunakan cutter. Ada yang secara digital juga.
Sementara bagi Rifqi, nggak ada tolak ukur kolase yang baik itu seperti apa. “Relatif sih, tergantung pandangan masing-masing. Semua kolase baik,” ucap pria asli Solo tersebut.
Kolasemauku sering menggelar workshop membuat kolase. (Inibaru.id/ Audrian F)
Nah, satu hal yang patut kamu ketahui, Kolasemauku juga pernah berkolaborasi dengan psikolog dalam menyembuhkan orang-orang depresi. Keren ya!
“Ya, kita juga pernah membantu terapi orang-orang depresi. Pengaruhnya adalah mereka bisa bebas mengekspresikan diri. Menjadi sebuah hiburan yang nggak dikekang gitu. Mereka menjadi lebih terbuka dalam menuangkan isi hatinya. Nah, kemudian psikolog membaca dari kolase hasil bikinan pasiennya tersebut,” jelas Rifqi.
Wah ternyata seni yang tampaknya sekadar temple-menempel gambar itu memiliki arti dan pengaruh yang luas ya, Millens. Kamu tertarik bikin kolase nggak? (Audrian F/E05)