inibaru indonesia logo
Beranda
Hits
Tiga Poros Penguasa Jawa Pasca-Perjanjian Salatiga
Selasa, 15 Mar 2022 19:15
Bagikan:
Gedung Pakuwon menjadi saksi bisu Perjanjian Salatiga pada 1757. (Wikipedia/Fandy Aprianto Rohman)

Gedung Pakuwon menjadi saksi bisu Perjanjian Salatiga pada 1757. (Wikipedia/Fandy Aprianto Rohman)

Perjanjian Salatiga membuat wilayah kekuasan Mataram terpecah menjadi Kasunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, dan Mangkunegara. Semuanya memiliki wilayah kekuasaannya masing-masing. Seperti apa ya kondisinya sekarang?

Inibaru.id - Perjanjian Salatiga menjadi tanda berakhirnya kekuasaan mutlak Kesultanan Mataram di Tanah Jawa. Ditandatangi pada 17 Maret 1757 oleh pewaris Mataram, yaitu Hamengkubuwono I, Pakubuwono III, dan Raden Mas Said dan disaksikan oleh VOC, perjanjian ini menandai terbaginya Mataram menjadi tiga.

Dua tahun sebelum Perjanjian Salatiga, sebenarnya ada Perjanjian Giyanti yang sudah membagi Mataram menjadi dua palihan nagari, yaitu Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kasunanan Surakarta dipimpin oleh Pakubuwono III, sedangkan Kesultanan Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I.

Latar Belakang Perjanjian Salatiga

Perjanjian ini dilatarbelakangi oleh pemberontakan terus menerus yang dilakukan oleh Raden Mas Said sejak 1742. Bahkan, meski sejak Perjanjian Giyanti Pangeran Mangkubumi bertahta menjadi Sultan Yogyakarta, pemberontakan ini seperti nggak kunjung padam.

Walaupun yang dihadapi adalah tiga kubu sekaligus, yakni pasukan yang diutus oleh Pakubuwono III, Hamengkubuwono I, serta yang dikirim oleh VOC, Raden Mas Said sulit untuk ditaklukkan. Pemberontakannya pun menyulitkan ketiga pihak yang kontra dengannya.

Jumlah kematian yang disebabkan oleh peperangan dengan Raden Mas Said juga nggak sedikit. Hal ini sampai membuatnya mendapatkan julukan yang cukup menyeramkan, yakni 'Pangeran Sambernyawa'. Kalau diartikan sih, pangeran yang bisa menyambar nyawa-nyawa orang yang melawannya.

Hasil dari Perjanjian Salatiga membuat Raden Mas Said mendapatkan jatah wilayah seluas 4.000 cacah atau sekitar 2.800 hektar. Wilayah kekuasaannya meliputi Kedawung, Nglaroh, Matesih, Wiroko, Haribaya, Honggobayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Kedu, serta Panjang sebelah utara dan selatan.

Potret Raden Mas Said alias 'Pangeran Sambernyawa'. (Intisari grid)<br>
Potret Raden Mas Said alias 'Pangeran Sambernyawa'. (Intisari grid)<br>

Nah, wilayah kekuasaan Raden Mas Said disebut sebagai Mangkunegara. Dia bahkan mendapatkan gelar berupa Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I dan jadi pemimpin pertama di wilayah tersebut.

Pasca Perjanjian Salatiga

Sebenarnya, tujuan dari Perjanjian Salatiga adalah untuk menyelesaikan konflik yang terjadi akibat perebutan kekuasaan di Kesultanan Mataram Islam. Sayangnya, hal ini juga menandai berakhirnya kesultanan yang dulu dianggap sebagai penguasa mutlak di Pulau Jawa bagian tengah dan timur. Impian untuk menyatukan seluruh Tanah Jawa di dalam satu kekuasaan Mataram pun gagal diwujudkan.

Perjanjian ini juga menyebabkan perubahan di Kota Surakarta. Sejak 1757, di kota ini ada dua Keraton, yakni Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegara.

Di sisi lain, pecahnya Mataram Islam memberikan keuntungan besar buat VOC. Karena terpecah belah, otomatis perlawanan Mataram nggak sekuat sebelumnya. VOC juga memiliki pengaruh besar terhadap urusan internal kerajaan-kerajaan di Jawa, Millens.

Nggak nyangka ya, Millens, dari Perjanjian Salatiga, ada sejarah yang berubah drastis di salah satu kerajaan terbesar yang pernah ada di Tanah Jawa. (Tir, Cni/IB32/E07)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved