Inibaru.id – Ritus pemakaman langit di Tibet diyakini berhubungan erat dengan ajaran Buddha yang dianut mayoritas warga setempat. Namun, sebuah teori mengatakan, prosesi membiarkan mayat dimangsa burung pemakan bangkai itu telah berlangsung lebih lama dari itu.
Konon, lantaran sebagian besar wilayah Tibet dilapisi tanah beku (permafrost) atau batuan padat yang nggak memungkinkan untuk digali, masyarakat nggak bisa menguburkan jasad. Wilayah yang sulit ditumbuhi pohon keras juga membuat kremasi sulit dilakukan. Masyarakat kemudian membiarkan mayat dimakan burung-burung pemakan bangkai.
Tentu saja ini sebatas teori, nggak jauh berbeda dengan kisah tentang Göbekli Tepe di Turki dan Stonehenge di Inggris. Terlepas benar atau tidaknya teori itu, saat ini pemakaman langit masih bisa kamu saksikan di Kota Lhasa, Tibet, Tiongkok.
Antarkan Jiwa Orang yang Meninggal
Menurut kepercayaan saat ini, para penganut Buddha di Tibet meyakini, pemakaman langit akan mengantarkan jiwa orang yang sudah meninggal terangkat dengan damai ke surga. Burung pemakan bangkai, yang biasa disebut hering atau nasar, inilah yang akan mengantarkannya.
Ketika ada orang yang meninggal, keluarga atau kerabat akan segera membungkusnya dengan kain putih. Jenazah kemudian ditempatkan di sudut rumah sekitar 3-5 hari. Para bhikkhu lalu membacakan kitab suci dengan keras di dekat jenazah untuk melepaskan jiwa pada jasad tersebut.
Selama prosesi ini, keluarga nggak melakukan kegiatan apa pun demi memastikan kondisi rumah tenang dan damai sehingga proses pelepasan jiwa lancar. Selain itu, para anggota keluarga juga berdiskusi untuk menentukan hari terbaik melakukan pemakaman langit.
Hari Keberuntungan
Pada hari yang ditentukan, yang disebut sebagai hari keberuntungan, seluruh pakaian yang melekat pada tubuh jenazah dilepaskan. Jasad kemudian diposisikan laiknya janin di dalam kandungan, yakni kepala menyentuh lutut.
Sebelum fajar, jenazah diantar ke lokasi permakaman yang jauh dari permukiman, tinggi di gunung. Di permakaman itu, puluhan burung nasar biasanya sudah menunggu. Pengurus permakaman lalu memotong-motong daging dan tulang jenazah.
Potongan mayat ini kemudian dicampurkan dengan tsampa, makanan pokok orang Tibet, sebelum "dipersembahkan" untuk para burung pemangsa daging. Nggak ada satu pun anggota keluarga yang diperbolehkan mengurus proses pemakaman langit ini. Namun, mereka bisa melihatnya di Kuil Drigung yang berada di ketinggian 4.150 mdpl.
Penuh Tawa
Kendati terlihat sadis, pemakaman langit melakukannya dengan raut muka senang dan penuh tawa. Mereka percaya, suasana hati yang baik akan membantu jiwa orang yang sudah meninggal pergi ke kehidupan berikutnya dengan damai.
Oya, nggak semua jenazah bisa dikebumikan (atau di-kelangit-kan) dengan pemakaman langit. Mereka yang meninggal pada usia kurang dari 18 tahun, ibu hamil, serta orang yang terkena penyakit menular, meninggal karena kecelakaan nggak boleh dimakamkan dengan cara ini.
Pemakaman langit juga nggak boleh diabadikan dalam bentuk foto atau video karena ada kepercayaan bahwa hal ini justru akan menghambat roh orang yang meninggal untuk naik ke surga.
Kamu tertarik untuk menyaksikan sendiri ritual pemakaman langit dan para burung pemakan mayat ini, Millens? (Nat/IB09/E03)