Inibaru.id – Kebutuhan beras yang terus bertambah telah menjadi masalah serius di Tanah Air. Padahal, jauh sebelum nasi menjadi karbohidrat utama, masyarakat nggak terlalu memusingkan kelangkaan beras yang belakangan kita akrabi, karena bisa beralih ke sagu, singkong, atau umbi-umbian lain.
Maka, banyak pihak pun mewacanakan diversifikasi untuk mengembalikan keragaman pangan di Indonesia, salah satunya Kota Pekalongan. Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kota Pekalongan Inggit Soraya mengatakan, Pekalongan memiliki banyak petani penghasil karbohidrat non-beras.
“Pekalongan punya petani singkong, umbi-umbian, dan jagung yang mengandung karbohidrat. Jadi, masyarakat bisa konsumsi yang lain agar petani selain padi juga sejahtera,” terang Inggrit di Kantor Dinas Pertanian dan Pangan (Dinperpa) Pekalongan, belum lama ini.
Berbicara di hadapan peserta pelatihan olahan pangan berbahan baku singkong dan jagung, Inggrit menyampaikan, selain dikonsumsi langsung, bahan makanan tersebut juga bisa diolah menjadi hidangan yang lebih menarik minat masyarakat.
“Kita bisa berlatih membuat olahan pangan berbahan karbohidrat yang variatif agar anak-anak tertarik untuk mencoba. Misal, singkong dibuat jadi onigiri dan jagung dijadikan schotel. Selain itu bahan lainnya juga ada sayur, telur, protein hewani, jadi nilai gizinya lengkap dan lebih menarik,” terangnya.
Sepakat dengan Inggit, Kepala Dinperpa Kota Pekalongan Muadi menyampaikan bahwa pihaknya saat ini terus mencoba mengedukasi masyarakat terkait diversifikasi pangan ini dengan menggelar pelatihan khusus.
“Kami genjot terus melalui pelatihan-pelatihan agar masyarakat bisa tergerak untuk konsumsi umbi-umbian, tentunya dengan kreasi menu olahan kekinian,” ujarnya. “Pelatihan ini juga penting untuk meningkatkan konsumsi makanan yang B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman) agar skor Pola Pangan Harapan (PPH) bisa meningkat.”
Muadi menyebut, skor PPH di Pekalongan pada 2022 sebesar 94,07 persen, jauh melebihi targetnya sebesar 80,05 persen. Kendati begitu, tingkat konsumsi karbohidrat selain nasi cenderung stagnan. Karena itulah dia berharap warga Pekalongan dapat meningkatkan konsumsi pangan B2SA.
“Selain kita cari bahan baku alternatif yang murah dan mudah didapat, kita juga edukasi peserta kalau banyak manfaat yang bisa diambil dari bahan lokal. Kemudian kita juga mengajak masyarakat untuk terus memperhatikan pangan B2SA,” tandasnya.
Sementara itu, perwakilan dari Indonesian Chef Association (ICA) Kota Pekalongan Karsiti menjelaskan, bahan baku lokal sangatlah mudah untuk dikreasikan menjadi berbagai macam menu makanan. Bahkan, olahan makanan berbahan baku lokal dapat dijajakan dan menambah penghasilan keluarga.
“Ini juga bisa dijadikan alternatif ide bekal anak-anak. Mungkin mereka malu atau kurang suka ya kalau bentuknya utuh, misalnya hanya direbus atau digoreng. Kalau (makanan) dikemas seperti makanan kekinian, mereka akan lebih suka,” pungkasnya.
Langkah yang bagus dari Kota Pekalongan, nih! Semoga diversifikasi pangan di Kota Batik bisa terealisasi dengan baik ya, biar kita nggak melulu dipusingkan dengan kelangkaan beras atau harganya yang kelewat mahal! (Siti Khatijah/E05)