Inibaru.id – Mahkamah Internasional akhir-akhir ini sering dibicarakan masyarakat, terutama setelah putusan MK dibacakan. Beredar isu, Badan Pemenangan Nasional bakal membawa sidang sengketa Pilpres ini ke ranah hukum internasional. Namun, mungkinkah sengketa itu dibawa ke Mahkamah Internasional?
Nah, berikut ini adalah beberapa fakta mengenai Mahkamah Internasional yang wajib kamu tahu. Yuk simak!
Menangani Perkara Antarnegara
Mahkamah Internasional merupakan salah satu dari enam lembaga utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tugas dan fungsi lembaga yang berdiri pada 1945 ini diatur dalam Statuta Mahkamah Internasional. Dalam Statuta pasal 34 tertulis hanya negara yang bisa menjadi pihak dalam suatu perkara di Mahkamah Internasional.
Selain memberikan putusan atas sengketa antarnegara, Mahkamah Internasional juga memiliki kewenangan untuk memberikan advisory opinion atas suatu pertanyaan hukum yang diajukan Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan PBB, atau organ-organ PBB lainnya. Dengan demikian, individu nggak bisa mengajukan gugatan ataupun diadili di Mahkamah Internasional.
Sistem Pengambilan Keputusan di Mahkamah Internasional
Keputusan Mahkamah Internasional dapat dilakukan berdasarkan kepantasan dan kebaikan apabila disetujui negara yang bersengketa. Selain itu, keputusan Mahkamah Internasional juga diambil berdasarkan keputusan suara mayoritas hakim. Apabila jumlah suara sama maka keputusan ditentukan Presiden Mahkamah Internasional.
Dalam mengeluarkan keputusannya, Mahkamah Internasional juga menerapkan hukum internasional yang berasal dari traktat, praktik-praktik yang dapat diterima secara luas sebagai hukum (kebiasaan), dan prinsip-prinsip umum yang ditemukan dalam sistem hukum utama dunia. Selain itu, Mahkamah Internasional juga merujuk pada keputusan hukum di masa lalu atau tulisan para ahli dalam bidang hukum internasional. Keputusan Mahkamah Internasional ini bersifat mengikat, final, dan tanpa banding, artinya mengikat para pihak yang bersengketa dan hanya untuk perkara yang disengketakan.
Jenis Perkara yang Menjadi Yurisdiksi Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional memiliki kewenangan untuk menangani sengketa hukum internasional yang dibawa negara kepada Mahkamah Internasional.
Salah satu contoh, suatu negara berniat untuk membawa suatu sengketa yang nggak bisa diselesaikan secara bilateral dengan negara lain, maka kedua negara yang bersengketa akan menyerahkan permasalahan mereka untuk diputus Mahkamah Internasional.
Hal ini pernah dilakukan Indonesia dan Malaysia ketika meminta Mahkamah Internasional untuk memutus kepemilikan atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan.
Dalam Statuta disebut jenis perkara yang ditangani Mahkamah Internasional meliputi perkara mengenai interpretasi atas suatu perjanjian internasional, pertanyaan mengenai hukum internasional, pelanggaran kewajiban internasional, dan ganti rugi atas suatu pelanggaran kewajiban internasional.
Hakim di Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional terdiri atas 15 orang hakim yang berasal dari berbagai negara berbeda. Komposisi hakim Mahkamah Internasional ini mengacu pada pengelompokan regional di PBB, yakni Afrika, Asia, Amerika Latin dan Karibia, Eropa Barat, dan Negara Barat lainnya, serta Eropa Timur.
Pemilihan hakim Mahkamah Internasional dilakukan setiap tiga tahun sekali di New York untuk memilih lima orang hakim. Agar terpilih, seorang calon wajib memperoleh dukungan suara absolut (absolute majority) di Majelis Umum dan Dewan Keamanan.
Dalam sejarah, negara Indonesia belum pernah menjadi hakim Mahkamah Internasional. Dari kawasan Asia Tenggara, hanya Filipina yang pernah memiliki hakim Mahkamah Internasional pada 1967-1976.
Pengalaman Indonesia di Mahkamah Internasional
Indonesia sudah pernah mengajukan perkara di Mahkamah Internasional. Pada 1998, sengketa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia dibawa ke Mahkamah Internasional. Putusan atas sengketa itu yakni Malaysia berhak memiliki kedua pulau tersebut berdasarkan prinsip effective occupation. Perkara ini diputus pada 2002.
Indonesia menghormati putusan tersebut dan dibuktikan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2008 yang mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinast Geografis Titik-Titik Pangkal Kepulauan Indonesia sehingga nggak lagi menempatkan titik pangkal di Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan.
Nah, itulah beberapa hal yang perlu kamu tahu mengenai Mahkamah Internasional. Jadi, mungkinkah sengketa Pilpres ini dibawa ke sana? (IB07/E04)