Inibaru.id – Maraknya penggunaan AI untuk menciptakan karya seni dalam beberapa tahun terakhir cukup membuat Fransiska resah. Inilah yang membuat perempuan yang berprofesi sebagai desainer grafis di sebuah perusahaan kripto ternama itu begitu terharu seusai menonton film Jumbo pada Minggu (6/4/2025).
Selain karena alur ceritanya yang bisa menguras air mata, dia yang menonton bersama kedua anaknya ini senang bukan kepalang karena ternyata ada karya animasi buatan dalam negeri yang melibatkan begitu banyak seniman berkualitas dan mendapatkan tanggapan begitu positif di Indonesia.
“Aku cek di media sosial, Jumbo sudah ditonton lebih dari 1 juta orang sejak Lebaran ini ya, sampai dikukuhkan jadi film animasi Indonesia dengan penonton terbanyak dalam sejarah. Rasanya seneng banget karena pasti banyak pekerja seni grafis yang terlibat dalam pembuatannya,” ungkapnya.
Sebagai seorang desainer grafis, dia berharap kesuksesan Jumbo bisa berimbas positif bagi pekerja seni di Indonesia dan bikin industrinya semakin berkembang. Maklum, selain Juki The Movie dan Nussa, belum ada film animasi asli Indonesia lagi yang bisa sukses menarik perhatian begitu banyak penonton seperti Jumbo.
“Biar jadi pembuktian kalau seniman Indonesia mampu bikin film animasi berkualitas. Lalu, semakin banyak produsen film tertarik membuat karya-karya animasi berkualitas lagi. Para seniman dan pelaku desainer grafis lainnya bisa mendapatkan penghidupan yang lebih baik dan nggak lagi terancam dengan AI,” lanjutnya.
Jiwa pada Karya Animasi

Terkait dengan AI, Fransiska yang menyukai film-film studio Ghibli mengaku terkejut dan kecewa dengan banyaknya orang bikin foto-foto atau video dengan tema film-film yang dibesut Hayao Miyazaki dan mengunggahnya di media sosial.
"Bukan karena AI mengancam profesi kami, tapi lantaran karya (artifisial) itu sebenarnya nggak punya jiwa, sesuatu yang selalu diperhatikan desainer grafis seperti dirinya saat menggarap gambar atau video untuk keperluan pekerjaan," terangnya.
Dia pun menyoroti seringnya pemerintah menggunakan foto-foto dan video besutan AI untuk keperluan media sosial, alih-alih menggandeng karya dari para seniman yang butuh penghidupan juga. Fransiska menilai, profesi desainer seolah dibiarkan mati begitu saja dengan kondisi tersebut.
“Semua orang jadi merasa bisa bikin karya seni apa saja dengan AI. Maka, keberadaan film ini semoga bikin banyak orang semakin menyadari bahwa karya manusia itu lebih berkualitas, ada jiwanya, dan mereka tetap memilih untuk menggunakan karya-karya kami alih-alih kecerdasan buatan,” simpulnya.
Diputar di Luar Negeri
Bisa jadi, harapan Fransiska dan orang-orang yang terlibat dalam film Jumbo soal awareness tentang kualitas karya seni buatan manusia ini bakal menjadi kenyataan. Selain di Indonesia, film besutan Ryan Adriandhy itu kemungkinan juga bakal tayang di luar negeri.
Situs internasional Variety pada Senin (7/4) menyebut Jumbo bakal tayang sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Selain itu, Don dkk juga bakal "pentas" ke beberapa negara di Asia Tengah serta Eropa seperti Rusia dan Ukraina.
“Setidaknya, dengan semakin banyaknya orang yang menyadari kualitas film Jumbo, masih ada harapan kalau anak-anak saya yang juga hobi menggambar itu bisa menyalurkan hobinya di masa depan sebagai pekerjaan yang layak di Indonesia,” pungkas Fransiska.
Yap, Jumbo memang lebih dari sekadar film animasi biasa. Ada harapan yang tersemat dari film tersebut. Di saat gempuran penggunaan AI yang serampangan dilakukan di mana-mana, termasuk dari sisi pemerintah, film ini membuka harapan besar bagi pekerja seni untuk terus bertahan, dan bahkan membaik kondisinya di Tanah Air. (Arie Widodo/E10)