Inibaru.id - Karet adalah salah satu bahan yang paling sering kita gunakan sehari-hari. Masalahnya, persediaan karet dunia ternyata semakin menipis. Krisis karet ini pun mengancam banyak hal yang terkait dengan kebutuhan manusia. Apa ya penyebabnya?
Ada banyak sekali faktor menurunnya pasokan karet dunia. Perubahan iklim, penyakit yang menyerang pohon karet, hingga semakin berkurangnya perkebunan karet mempengaruhinya. Sebagai contoh, banyak pohon karet berjenis Hevea Barsiliensis yang terkena penyakit di Brasil. Karena perawatan yang sulit dan harga karet yang anjlok, petani karet pun nggak lagi berminat mengurus pohon ini.
Perubahan iklim juga menganggu pertumbuhan karet di Thailand. Alhasil, kekeringan dan banjir silih berganti menghantam wilayah perkebunan karet di sana. Hanya, masalah terbesarnya ternyata adalah harga karet yang makin nggak terkendali. Hal ini diungkap oleh para pialang saham dari Shanghai Futures Exchange.
"Penetapan harga (karet) tidak ada hubungannya dengan biaya produksi," kata Robert Meyer, salah satu pendiri perusahaan pembeli karet Halcyon Agri.
Gara-gara harga karet yang sempat melambung tinggi beberapa saat lalu, banyak petani karet yang menyadapnya secara berlebihan. Dampaknya, tanaman jadi lemah dan rentan terkena penyakit. Hal ini membuat pohon karet nggak lagi produktif sehingga para petani pun nggak mau lagi mengurusnya. Alhasil, pasokan karet pun semakin berkurang.
Eleanor Warren-Thomas, peneliti di Bangor University, Wales yang mempelajari dinamika perkebunan karet menyebut harga karet dan kelapa sawit relatif sama. Hanya, untuk mendapatkan karet, butuh kerja keras lebih.
"Karena harga karet jatuh, petani beralih dari memproduksi karet ke menjual kayu untuk keuntungan jangka pendek, dan menanam kelapa sawit," terangnya.
Gabungan dari faktor-faktor ini berdampak pada menurunnya pasokan karet secara drastis. Praktis, kini pasokan karet alam nggak mampu memenuhi permintaan pasar.
Pada akhir 2019 saja, Dewan Karet Tripartit Internasional memperingatkan pasokan global akan berkurang satu juta ton (900.000 ton) . Sementara pada tahun 2020, angkanya kembali semakin menurun sekitar 7% dari kebutuhan produksi. Ditambah dengan kondisi pandemi, angka kebutuhan karet pun terus anjlok.
Meski begitu, usai banyak negara kembali membuka diri pasca-lockdown, daya beli masyarakat kembali meningkat dan hal ini ikut mempengaruhi peningkatan kebutuhan karet.
“Setelah lockdown, warga Tiongkok membeli banyak mobil baru karena khawatir akan keamanan dalam transportasi umum. Pola serupa diperkirakan terjadi secara global,” kata Meyer yang menyebut karet dipakai dalam bagian-bagian mobil.
Upaya Mengatasi Krisis Karet
Meskipun bisa diganti dengan karet sintetis, karet alam punya kelebihan yang nggak dapat ditiru oleh bahan sintetik, yakni tingkat elastisitas yang tinggi dan ketahanan terhadap panas. Itulah mengapa hanya karet alam yang dipakai untuk sarung tangan lateks dan juga ban pesawat
Warren-Thomas punya saran untuk mengatasi krisis karet. Salah satunya adalah dengan menanam lebih banyak pohon karet.
Baca Juga:
Menguak SiapaNamun cara ini juga bukan solusi final. Di beberapa negara, pohon karet sudah kalah saing dengan pohon sawit karena karet butuh waktu lama untuk tumbuh dan siap disadap.
Salah satu opsi lainnya adalah dengan memberikan ethephon ke pohon karet. Bahan kimia ini dapat merangsang pohon untuk menghasilkan lebih banyak getah lateks. Tapi, kalau pohon mendapatkan obat ini terlalu banyak, bisa membuatnya mati.
Solusi lain adalah dengan menanam jenis pohon karet yang dikembangkan di Rusia, yakni Dandelio Kazakhtan. Tanaman ini menghasilkan karet sekitar sepersepuluh lebih banyak dari pohon karet biasa. Pohon ini juga bisa diekstraksi dengan menghancurkan dan menekan akarnya. Tanaman ini siap untuk dipanen hanya dalam tiga bulan, dan menghasilkan benih dalam jumlah besar sehingga mudah untuk ditanam kembali demi meningkatkan produksi.
Wah, semoga krisis karet ini bisa jadi perhatian bersama bagi semua masyarakat dunia ya, Millens. (Bbc/IB28/E07)