inibaru indonesia logo
Beranda
Tradisinesia
Tradisi Meron, Cara Warga Sukolilo Pati Rayakan Maulid Nabi
Selasa, 20 Nov 2018 09:51
Penulis:
Anggi Miftasha
Anggi Miftasha
Bagikan:
Tradisi Meron. (Budayajawa)

Tradisi Meron. (Budayajawa)

Untuk memperingati Maulid Nabi, warga Sukolilo, Pati selalu mengadakan tradisi Meron. Dalam tradisi tersebut, mereka mengarak gunungan beraneka rupa pada rute tertentu.

Inibaru.id – Maulid Nabi selalu disambut dengan sukacita seluruh masyarakat muslim di Indonesia nggak terkecuali di Sukolilo, Pati. Warga yang bermukim di kecamatan yang berada di 27 kilometer selatan Pati itu selalu menggelar tradisi Meron untuk menyaambut hari kelahiran Nabi Muhammad.

Selain memperingati Maulid Nabi, tradisi Meron juga dijadikan wadah untuk meningkatkan ketakwaan serta rasa syukur kepada Tuhan atas segala limpahan rezeki yang dianugerahkan kepada masyarakat Sukolilo.

Kata Meron merupakan akronim yang terdiri atas dua kata bahasa Jawa yakni rame dan tiron, yang artinya ramene tiron-tiron yakni ramainya meniru. Tradisi ini kali pertama diadakan sekitar abad 17 (sekitar tahun 1601) dan berlangsung sampai sekarang. Setiap tahun, tradisi tersebut selalu diadakan bertepatan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad, setiap12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriah.

Konon, tradisi ini masih memiliki keterkaitan dengan tradisi Sekaten atau Grebek di Yogyakarta. Kendati asal usulnya nggak diketahui secara pasti, para sesepuh desa mengatakan Meron kali pertama diadakan pada masa pemerintahan Kademangan di bawah kekuasaan Pati Pesantenan Bupati Wasis Joyo Kusumo.

Tradisi ini diawali dengan kirab gunungan dari Yayasan Sultan Agung Sukolilo ke Masjid Sukolilo untuk diadakan upacara selamatan. Gunungan yang dikirab berisi makanan hasil bumi yang dibawa kepala desa dan perangkat desa setempat. Selain itu, ada juga  nasi tumpeng yang turut diarak yakni disebut Meron.

Ada tiga bagian dalam gunungan tersebut. Bagian pertama berisi ayam jago atau masjid yang menyimbolkan semangat keprajuritan, semangat keislaman, dan bunga simbol persaudaraan. Bagian kedua terbuat dari roncean atau rangkaian ampyang (kerupuk aneka warna) dan kue tradisional cucur yang melambangkan perisai prajurit dan tekad atau persatuan. Bagian ketiga disebut penopang atau ancak. Bagian ini terdiri atas tiga ancak. Bagian ancak yang atas menyimbolkan keimanan, ancak tengah menyimbolkan Islam, dan ancak paling bawah menyimbolkan ihsan atau kebaikan.

Bila gunungan sampai Masjid Sukolilo, para warga akan mengelar upacara selamat. Setelah upacara, nasi Meron kemudian dibagikan kepada warga desa dan seluruh pengunjung yang ikut upacara Meron.

Gunungan Meron diarak menuju Masjid Sukolilo. (Balasoka)

Patinews.com, Sabtu (2/12/2017), menulis, tahun lalu jumlah Meron yang dikirab mencapai 13 buah yang melambangkan 13 perangkat desa. Gunungan itu dikirab dari rumah perangkat desa masing-masing bersama warga yang diiringi atraksi kesenian daerah.

Tradisi Meron ini jadi salah satu ikon wisata Pati, lo. Nggak heran kalau banyak warga dari luar Sukolilo berkunjung untuk sekadar menyaksikan Tradisi Meron. Wah, meriah banget nih tradisinya. Ayolah, kapan-kapan datang ke Sukolilo pas ada tradisi ini, Millens. He-he. (IB07/E04)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

A Group Partner of:

medcom.idmetrotvnews.commediaindonesia.comlampost.co
Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved