Inibaru.id – Di beberapa daerah di Indonesia, lebaran terasa nggak lengkap tanpa kehadiran ketupat. Terbuat dari beras, ketupat sarat akan makna dan filosofi lo.
Tempo.com (8/7/17) menulis, berdasarkan filosofi Jawa makna dari ketupat diambil dari kepanjangan akronimnya. Ketupat atau dalam bahasa Jawa disebut kupat merupakan akronim dari ngaku lepat yang berarti mengaku salah dan meminta maaf. Kupat juga bermakna laku papat atau empat tindakan.
“Menurut cerita rakyat, ketupat berasal dari masa Sunan Kalijaga. Tepatnya di masa syiar keislaman abad 15 hingga 16. Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai budaya sekaligus filosofi Jawa yang berbaur dengan nilai keislaman,” jelas Fadly Rahman, sejarawan kuliner sekaligus penulis buku Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia pada travel.kompas.com (24/6/17).
Meski begitu, Fadly juga menambahkan kalau ketupat juga bisa jadi berasal dari zaman Hindu di Nusantara. Yap, saat itu beras sudah dimanfaatkan sebagai sumber makanan. Sedangkan daun kelapa digunakan untuk ritual ibadah umat Hindu.
Menu komplet ketupat. (kabarsalmanitb.com)
Dalam Islam, ketupat diperbaharui sesuai nilai keislaman yang dibawa Sunan Kalijaga. Jadilah produk akulturasi Hindu-Islam bernama ketupat.
Laku Papat atau Empat Tindakan
Tahu nggak, ada filosofi ketupat sebagai cerminan empat tindakan yang dilakukan umat Islam saat ramadan. Empat tindakan itu berupa lebaran, luberan, leburan, dan laburan.
Islampos.com menulis, lebaran yang berasal dari kata “lebar” atau usai dalam bahasa Jawa bermakna 1 Syawal yang akan dilalui umat Islam setelah usai menjalankan ibadah puasa di bulan ramadan. 1 Syawal dikenal juga oleh umat Islam sebagai momen lebaran.
Tindakan yang kedua berupa luberan bermakna melimpah. Umat Islam akan mendapat berkah dan rezeki yang berlimpah di bulan ramadan. Nah, rezeki yang berlimpah itu akan lebih bermanfaat jika disumbangkan sebagian kepada fakir miskin atau yang lebih membutuhkan.
Sementara leburan bermakna semua kesalahan akan lebur atau habis setelah dimaafkan di hari lebaran. Tindakan terakhir berupa laburan. Dalam bahasa Jawa, labur berarti kapur atau bahan pemutih dinding. Nah, laburan mengandung makna agar umat Islam senantiasa menjaga kebersihan diri baik lahir maupun batin, Millens.
Wah, nggak sekadar makanan ternyata ketupat sarat sejarah dan filosofi ya. Jadi sekarang Sobat Millens nggak hanya sekadar tahu makan ketupat saja dong. Ha-ha! (IB10/E05)