Inibaru.id - Ada yang menarik dari Nimats atau Nihon Matsuri Unnes 2023 yang digelar beberapa waktu lalu. Di antara jejeran stand-stand yang ikut memeriahkan acara festival Jepang yang berlokasi di Lapangan B1 Fakultas Bahasa dan Seni Unnes itu, ada stand mangaka lokal Semarang yang mencuri perhatian para pengunjung.
Sekedar informasi, mangaka adalah istilah bahasa Jepang untuk orang yang menggambar manga. Di stand berukuran 3x3 meter itu, Muh Erza Suryanda sibuk melukis para pengunjung Nimats menjadi style manga yang menggemaskan.
Keahlian Erza dalam melukis para pengunjung memang nggak perlu diragukan lagi. Dengan 'sat set', satu potret pengunjung sudah berhasil dilukis dalam waktu nggak kurang dari lima menit.
Erza yang berprofesi sebagai mangaka dan guru menggambar privat itu mengaku tertarik membuka stand lukis ini karena belum pernah dia temukan stand melukis di festival jejepangan Semarang.
“Selama saya main ke festival Jepang di Semarang, belum ada yang buka stand gambar tradisional gini, mbak. Kebanyakan stand itu menjual poster-poster anime,” terang Erza saat ditemui di stand lukisnya.
“Kalau ini kami justru bisa lukis pengunjung jadi kayak anime dengan membayar Rp5 ribu saja,” imbuh lelaki 31 tahun itu sambil tersenyum.
Ini bukan kali pertama Erza membuka stand lukis di event festival Jepang. Sebelumnya dia juga pernah melakukan hal yang sama. Dia mengaku lebih mudah menawarkan jasa lukisnya di event jejepangan seperti Nimats ini.
“Event Jepang begini masuk sama tema lukis kita yang pakai style manga atau anime. Jadi nggak susah buat nyalurin jasanya,” jelas Erza.
Hidupkan Seni Gambar Tradisional
Rafi Raya Ilmi, lelaki yang duduk disebelah Erza itu membenarkan pendapat partnernya. Rafi, sapaan akrabnya, lebih fokus melukis pemandangan dan tulisan-tulisan Jepang, berbeda dengan Ezra yang melukis potret para pengunjung.
Rafi mengaku bahwa dengan membuka stand ini dapat menghidupkan kembali gambar tradisional yang makin tergeser dengan gambar digital.
“Kami pengin mempertahankan seni menggambar tradisional, mbak. Selain itu juga memberi pesan ke pengunjung bahwa gambar tradisional itu nggak kalah sama gambar digital,” tutur Rafi.
Ramai Pengunjung
Selama festival Nimats berlangsung, Rafi mengaku mendapati banyak pengunjung yang mendatangi stand lukis mereka. Bahkan banyak dosen-dosen Unnes yang memborong lukisan mereka.
Seharian membuka stand di festival Nimats, Rafi mengaku berhasil meraup penghasilan hingga Rp400-500 ribu. Mereka mengaku nggak terlalu mengejar target penghasilan karena yang terpenting adalah dapat menyalurkan passion seni.
“Kami nggak memasang target penghasilan, mbak. Yang penting kami bisa menyalurkan passion melukis dan pengunjung jadi tahu kalau melukis tradisional itu juga masih eksis,” tandasnya.
Untuk membuktikan eksistensi lukisan tradisional, para mangaka lokal ini akan membuka stand lukis lagi di event Jejepangan di Semarang. Mereka juga berencana membuat komunitas melukis, lo!
Bagi kamu yang tertarik untuk belajar melukis dan ikut merasakan keseruan melukis langsung di event jejepangan, bisa langsung ngepoin akun Instagram @heykomik, ya! (Rizki Arganingsih/E10)