Inibaru.id – Dalam beberapa bulan terakhir, perbedaan standar garis kemiskinan internasional yang ditetapkan Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia jadi perdebatan banyak pihak. Maklum, hal ini bikin data jumlah penduduk miskin di Indonesia sangat berbeda.
Baru-baru ini, Bank Dunia kembali mengubah standar purchasing power parity dari yang semula standarnya adalah PPP 2017 menjadi PPP 2021. Hal ini terungkap dalam laporan Update to the Poverty and Inequality Platform yang dirilis Bank Dunia pada Senin (9/6/2025) lalu.
Hal ini bikin Indonesia yang masuk dalam kategori negara berpendapatan menengah, memiliki standar garis kemiskinan per orang di angka 8,30 Dollar AS per hari, naik signifikan dari 6,85 Dollar AS per hari.
Standar ini jauh lebih tinggi dari standar garis kemiskinan untuk kategori negara dengan pendapatan menengah bawah yang jadi 4,20 Dollar AS (sebelumnya 3,65 Dollar AS) per hari, dan kategori negara dengan pendapatan rendah, yaitu 3 Dollar AS (sebelumnya 2,15 Dollar AS) per hari.

Peningkatan standar garis kemiskinan ini bikin Bank Dunia menganggap 194,4 juta penduduk Indonesia sebagai orang miskin. Angka ini setara dengan 68,91 persen dari total populasi Indonesia yang kini di kisaran 285 juta jiwa.
Angka ini kontras dengan data yang diungkap Badan Pusat Statistik melalui laporan yang dikeluarkan pada September 2024 lalu. Dalam laporan ini, BPS menyebut jumlah orang miskin di Tanah Air hanyalah 8,57 persen dari total populasi dengan angka 24,06 juta jiwa.
Jumlah ini terungkap dari standar kemiskinan yang dipatok BPS, yaitu di angka Rp595.243 per orang per bulan. Dengan rata-rata rumah tangga miskin punya anggota keluarga sebanyak 4,71, maka batas kemiskinan satu keluarga miskin adalah yang punya pendapatan Rp2,8 juta per bulan. Hm, banyak UMR di daerah yang jauh lebih rendah dari angka ini, ya?
“Kalau dirata-rata, standar kemiskinan per hari BPS itu kurang dari Rp19 ribu per hari, per orang. Tapi kalau standar kemiskinan dari Bank Dunia, setelah dirupiahkan jadi Rp135 ribuan per hari. Tentu saja sangat kontras,” pendapat salah seorang petani millenial dari Kabupaten Semarang bernama Alfian yang merasa standar BPS terlalu rendah, tapi standar Bank Dunia juga terlalu tinggi pada Senin, (10/6/2025).
Yang pasti, baik itu BPS ataupun Bank Dunia punya acuan masing-masing. Jadi, alih-alih berdebat soal siapa yang benar, bukankah lebih baik jika pemangku kebijakan berusaha sebaik mungkin menerapkan program-program terbaik untuk mengentaskan kemiskinan? Setuju, Millens? (Arie Widodo/E05)