Inibaru.id - Sekarang, profesi dokter hewan sungguh laris manis seiring dengan banyak orang yang memiliki hewan peliharaan. Para dokter itu menjadi tujuan jika kucing, anjing, burung, kelinci, dan hewan lainnya mengalami sakit atau terluka. Jadi, peran dokter hewan bagi hewan sama pentingnya dengan dokter bagi manusia ya, Millens.
Tapi tahukah kamu bahwa keberadaan dokter hewan di Indonesia memiliki perjalanan yang panjang? Lika-liku eksistensi dokter hewan di Indonesia sedikit tergambar dalam buku 100 Tahun Dokter Hewan Indonesia: Sejarah, Kiprah, dan Tantangan karya Soedjasmiran Prodohardo dkk.
Buku tersebut menjelaskan, praktik yang berkaitan dengan kedokteran hewan telah ada sejak zaman kolonial Belanda. Kala itu profesi tersebut dinamakan tabib atau dukun hewan. Mereka memiliki spesialisasi keahlian seperti memelihara maupun mengobati hewan ternak seperti kerbau, sapi, dan kuda.
"Di desa-desa, tabib atau dukun banyak menggunakan berbagai ramuan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit hewan," tulis Soedjasmiran dalam bukunya via Historia (21/10/2022).
Ya, dulu dokter hewan memang berperan mengobati hewan ternak. Nggak seperti sekarang, profesi dokter hewan lebih populer mengobati hewan peliharaan, kan?
Dokter Hewan dari Belanda
Dokter hewan pertama di Indonesia datang dari Belanda tahun 1820. Dokter hewan Belanda itu bernama RA Copiters. Secara umum, para dokter hewan itu merupakan dokter hewan militer yaang bekerja di Burgelijke Veeartsnijkundige Dienst atau Jawatan Kehewanan Pusat.
Melansir dari Historia melalui GNFI (20/2/2023), pada 1861 dokter hewan pemerintah Hindia Belanda, J. van der Helde mendirikan sekaligus memimpin sekolah dokter hewan di Surabaya. Namun, sekolah ini dibubarkan tahun 1875.
Kemudian, pada 1880 sekolah dokter hewan informal dibuka di Purwokerto, Jawa Tengah. Mereka belajar mengikuti praktik dokter hewan pemerintah. Sekolah ini akhirnya juga dibubarkan.
Muncul inisiasi pembentukan Indlandsche Veeartzen School atau sekolah dokter hewan yang mirip sekolah dokter Jawa. Sayangnya, rencana itu ditolak karena para dokter hewan Belanda khawatir posisinya terancam dengan munculnya dokter hewan pribumi.
Untuk membantu para dokter hewan Belanda, pemerintah kolonial mendatangkan dokter hewan dari Eropa. Pribumi tetap direkrut untuk menangani pelayanan kesehatan hewan yang dikenal sebagai mantri hewan.
Sekolah Dokter Hewan Pribumi
Pendidikan dokter hewan di bumi Nusantara mulai mendapatkan angin segar pada masa Politik Etis tahun 1901. Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Veeartsenijkundige Laboratorium atau Laboratorium Penyakit Hewan. Mereka akhirnya juga membangun Indische Veeartzen School atau Sekolah Dokter Hewan Pribumi pada 1906 di Bogor, Jawa Barat. Waktu pendidikannya selama empat tahun.
Dokter hewan pribumi pertama dari sekolah ini adalah Drh Johannes Alexander Kaligis tahun 1910. Dia lahir di Minahasa, Sulawesi Utara, 30 Juni 1888 dan meninggal di Belanda, 31 Desember 1974. Setelah Kaligis, Drh R Noto Soediro dan Drh R Soetedjo menyusul lulus tahun 1911.
Pada 1914, sekolah itu diganti nama menjadi Nederland Indische Veeartzen School (NIVS). Lulusan NIVS memberikan pengaruh besar dalam ilmu kedokteran hewan di Indonesia, antara lain pendiri Lembaga Virologi Kehewanan A.F. Waworoentoe, kepala Lembaga Penelitian Penyakit Hewan R. Djaenoedin, dan penemu pengganti fosfor untuk memberantas tikus sawah Anwar Nasution.
Pada 1941, sekolah tersebut ditutup. Dilanjutkan pada masa pendudukan Jepang dengan nama Bogor Zui Semon Gakko. Setelah kemerdekaan, tahun 1946 berganti nama kembali menjadi Sekolah Dokter Hewan Bogor. Hingga pada 1947 menjadi Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan.
Itulah sejarah sekolah dokter hewan di Indonesia ya, Millens. Setelah beberapa kali dibubarkan dan berganti nama, akhirnya kini Indonesia memiliki sekolah dokter hewan yang mumpuni. (Siti Khatijah/E07)