Inibaru.id – Blunder selebgram Jelita Jeje yang berniat membela penggunaan pesawat jet pribadi Kaesang dan Erina justru berujung pada terkuaknya dugaan gratifikasi yang dilakukan mertuanya, Staf Ahli Jaksa Agung Asri Agung Putra. Setelah Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusutnya, kini giliran DPR juga ikut meminta Kejaksaan Agung melakukan hal serupa.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut ungkapan perempuan bernama asli Dwi Okta Jelita di akun Instagramnya @Jelitajee bahwa Asri dan keluarganya sering mendapatkan fasilitas dari pengusaha sehingga bisa bepergian ke luar negeri nggak bisa dianggap sebagai angin lalu.
“Ada dugaan gratifikasi berupa fasilitas bepergian ke luar negeri, baik itu berupa tiket transportasi, penginapan, kepada mertuanya, Asri Agung Putra dan keluarganya, dari sejumlah pengusaha. Kalau itu benar terjadi dan nggak dilaporkan ke KPK, maka sudah masuk gratifikasi,” ucap Kurnia pada Selasa (27/8/2024).
Di sisi lain, anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mendesak Kejaksaan Agung sebagai lembaga di mana Asri Agung Putra bernaung harus melakukan pengusutan dan penindakan tegas jika memang kasus ini terbukti benar.
“Kami minta Kejaksaan Agung menunjukkan integritas dan profesionalisme mereka sebagai lembaga penegak hukum dengan menindaklanjuti informasi tersebut. Soalnya, penegakan hukum harus terbebas dari berbagai penyimpangan. Kalau terbukti, harus ada sanksi sesuai ketentuan yang berlaku, nggak boleh ada perlakuan istimewa,” tegas Didik sebagaimana dinukil dari Merahputih, Kamis (29/8).
Mengapa Mereka Nggak Menyadari Gratifikasi?
Meski blunder, selebgram Jelita Jeje justru terkesan pengin pamer. Kenyataannya, cukup banyak pejabat di Indonesia yang memang menyepelakan dan nggak menyadari telah menerima gratifikasi yang sebenarnya melanggar peraturan.
Hal inilah yang diungkap situs KPK dalam artikel berjudu Mengapa Gratifikasi dan Suap Masih Marak Terjadi di situsnya. Di situ, dijelaskan bahwa masyarakat Indonesia memang terbiasa saling memberi dan menerima hadiah sebagai bentuk solidaritas atau gotong royong.
Meski begitu, jika diterapkan dalam sistem pemerintahan, pemberian justru bisa berujung pada pamrih dan akhirnya memengaruhi kinerja seorang pejabat. KPK menyebutnya dengan istilah "upaya tanam budi". Jadi, nggak benar kalau masih ada yang menyebut gratifikasi tersebut sebagai tanda terima kasih saja.
Sayangnya, karena hal ini sudah terbiasa terjadi di Tanah Air, termasuk di lingkup pemerintahan, banyak penerima gratifikasi yang menganggap hal tersebut bukan sebagai sesuatu yang salah. Hal serupa juga terjadi pada pemberinya. Mereka merasa hal ini perlu dilakukan agar kepentingan mereka aman atau semakin membaik. Padahal, KPK jelas-jelas menyebut hal ini masuk dalam 7 kelompok tindak pidana korupsi.
Kalau menurutmu sendiri, apakah kasus dugaan gratifikasi yang terkuak gara-gara blunder selebgram Jelita Jeje ini bakal berlanjut lebih jauh, Millens? Atau bakal menguap begitu saja? (Arie Widodo/E10)