Inibaru.id - Kabupaten Jepara merupakan kabupaten yang kaya akan berbagai potensi. Di Bumi Kartini tersebut, masyarakat memiliki beragam profesi yang berasal dari banyak aspek. Sebut saja ekspor bahan baku mebel, kerajinan ukiran kayu, hasil laut, kain tradisional, dan pariwisata.
Oleh sebab itu, nggak heran jika Berita Resmi Statistik (BRS) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jepara menyatakan angka kemiskinan di sana pada tahun 2024 terendah se-Jawa Tengah, yaitu 6,09 persen.
Angka tersebut merupakan yang terendah sejak tahun 2012, ketika angka kemiskinan di Jepara mencapai 9,38 persen. Nggak hanya itu, Jepara juga berada pada peringkat ketiga di Jateng untuk Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) dan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1).
“Jumlah penduduk miskin di Jepara pada Maret 2024 sebanyak 80,84 ribu, turun sebanyak 5,91 ribu orang dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” kata Penjabat Bupati Jepara Edy Supriyanta.
Namun, ada fakta lain yang ironi, Millens. Meski memiliki angka kemiskinan terendah, setengah dari warga Kabupaten Jepada terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Sekadar informasi, DTKS adalah data elektronik yang berisi informasi sosial, ekonomi, dan demografi penduduk Indonesia dengan status kesejahteraan terendah. DTKS digunakan sebagai acuan dalam program penanganan fakir miskin dan penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Ketidakcocokan Data
Jika data BPS Kabupaten Jepara menyatakan jumlah penduduk miskin Jepara ada 80,84 ribu, maka berbeda dengan data dari DTKS yang mengatakan bahwa jumlah warga Jepara yang menerima bantuan ada 121.947 orang. Bantuan itu berupa bantuan PKH, bantuan BPNT, maupun bantuan sembako.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinsospermades) Edy Marwoto mengatakan jumlah tersebut jadi sebuah ironi bagi Kabupaten Jepara. Masyarakat Jepara yang terdaftar dalam kategori DTKS, namun ada yang belum jadi bagian penerima bantuan, menurut Edy itu jadi salah satu kategori yang rentan miskin.
”Tidak semua mendapat bantuan,” katanya dikutip dari Radarkudus (7/11/2024).
Alasannya banyak masyarakat Jepara yang terdaftar DTKS itu disebabkan karena pendataan yang telah dilakukan sejak dahulu menggunakan beberapa indikator.
”Dulu sebelum Permensosnya dicabut itu ada desil 1 sampai 4. Sampai dengan rentan. Itu bisa masuk DTKS. Tapi yang dapat bansos yang memenuhi syarat," ujar Edy.
"Paling banyak 99 persen yang penerima bansos DTKS yang dianggap miskin ekstrem dan di atasnya, rentan miskin ekstrem,” paparnya.
Biar nggak terjadi kerancuan data, rencana pihaknya akan mendata ulang seluruh masyarakat Jepara. Kita tunggu saja hasilnya ya, Millens! (Siti Khatijah/E07)