Inibaru.id – Sebagai respons atas anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hampir 7 persen pada Selasa (18/3/2025), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan kelonggaran bagi emiten untuk melakukan buyback saham tanpa perlu melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Langkah tersebut diambil guna menjaga stabilitas pasar. Namun, seakan sudah bisa ditebak, kebijakan itu pun segera menuai beragam tanggapan terkait pihak yang diuntungkan dan dirugikan.
Pengamat pasar modal, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa keputusan OJK bertujuan untuk mengatasi kendala waktu dalam pelaksanaan buyback. Selama ini, buyback saham kerap tertunda karena harus menunggu persetujuan RUPS.
"Jika menunggu RUPS, kemungkinan buyback akan lebih lama, sehingga momentumnya tidak tepat. Dengan adanya kebijakan ini, perusahaan-perusahaan terbuka (Tbk) bisa langsung melakukan buyback untuk menahan kejatuhan harga saham," ujar Ibrahim melansir CNN Indonesia, Rabu (19/3).
Dia berpendapat, kebijakan ini bikin perusahaan untung karena dapat membeli sahamnya dengan harga lebih rendah. Hal ini berpotensi meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka panjang.
Namun, di sisi lain, investor ritel justru berisiko merugi karena harga saham mereka cenderung lebih rendah saat buyback dilakukan.
"Yang diuntungkan adalah perusahaan, terutama manajemennya, karena bisa membeli kembali sahamnya di harga lebih murah. Sementara yang dirugikan adalah investor, karena harga sahamnya lebih rendah ketika buyback dilakukan," tambahnya.
Meski begitu, Ibrahim menekankan pentingnya transparansi dalam pelaksanaan buyback biar nggak menimbulkan spekulasi negatif di pasar. Aksi ini dinilai dapat meningkatkan permintaan saham dan berkontribusi pada pemulihan harga saham di bursa.
Buyback sebagai Sinyal Positif bagi Pasar

Setali tiga uang dengan Ibrahim, pengamat pasar modal Hendra Wardana melihat kebijakan ini sebagai langkah positif dalam membantu pemulihan IHSG. Menurutnya, buyback saham sering kali menjadi indikasi bahwa emiten menilai sahamnya undervalued dan memiliki fundamental bisnis yang kuat.
"Buyback saham memberikan fleksibilitas bagi perusahaan untuk segera merespons tekanan pasar, yang akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan investor," ujar Hendra.
Dia menambahkan, buyback dapat meredam tekanan jual, mengurangi volatilitas pasar, dan berpotensi meningkatkan harga saham karena jumlah saham yang beredar di pasar menjadi lebih sedikit.
Eits, izin buyback ini nggak lantas kembali mengerek IHSG ya, Millens. Arah pasar juga akan dipengaruhi oleh faktor eksternal lain, seperti keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI).
"Jika BI mempertahankan suku bunga, pasar kemungkinan akan stabil. Tetapi jika BI menurunkan suku bunga, dampaknya bisa lebih positif bagi IHSG, terutama bagi sektor properti dan perbankan yang sensitif terhadap kebijakan moneter," jelasnya.
Meski begitu, langkah ini patut dicoba mengingat OJK pernah menerapkan kebijakan serupa pada 2013, 2015, dan 2020.
Pernyataan ini juga diutarakan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi dalam konferensi pers di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (19/3).
“Opsi kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang sering dikeluarkan oleh OJK di sektor pasar modal dan pada praktiknya dapat memberikan fleksibilitas bagi emiten untuk menstabilkan harga saham dalam kondisi volatilitas yang tinggi serta meningkatkan kepercayaan investor,” ungkapnya melansir Kumparan.
Lebih lanjut, Inarno menjelaskan kebijakan buyback saham tanpa RUPS juga harus sesuai dengan POJK Nomor 29 Tahun 2023 tentang pembelian kembali saham oleh perusahaan terbuka. Jadi, nggak bisa asal. Untuk itu pula, OJK berkomitmen untuk mengawasi dan menevaluasi kebijakan ini.
Kalau menurutmu, seberapa signifikan kebijakan ini berdampak pada pasar saham kali ini, Millens? (Siti Zumrokhatun/E10)