inibaru indonesia logo
Beranda
Hits
Cerita Air Desa Golan dan Mirah di Ponorogo yang Nggak Mungkin Bisa Bersatu
Minggu, 24 Mar 2024 11:00
Penulis:
Bagikan:
Air dari Desa Golan dan Desa Mirah yang berbeda warna nggak bisa menyatu. (Grid)

Air dari Desa Golan dan Desa Mirah yang berbeda warna nggak bisa menyatu. (Grid)

Meski beda warna atau kekeruhan, jika air dari Desa Golan dan Mirah bertemu di satu aliran yang sama, tetap nggak bisa menyatu. Apa alasannya, ya?

Inibaru.id – Ponorogo nggak hanya dikenal dengan reog atau satainya. Di kabupaten yang ada di Jawa Timur ini, ada sebuah cerita legenda dari dua desa bertetangga yang nggak mungkin bisa bersatu, yaitu Desa Golan dan Mirah.

Kalau memang wilayahnya bertetangga, apanya yang nggak bisa menyatu? Yang pertama, warga setempat percaya kalau nggak bakal ada pernikahan di antara warga Desa Golan dan Mirah. Jika ada yang nekat melakukannya, kedua desa dikhawatirkan bakal mengalami bencana. Selain itu, terdapat mitos lain yang cukup aneh, yaitu air dari kedua desa nggak bakal bisa bercampur.

Terkait dengan mitos terakhir, juru kunci Desa Golan Santoso memberikan penjelasan. Meski terlihat nggak masuk akal, warga sering melihat air sungai dari dua desa biasanya memiliki perbedaan warna dan nggak bisa tercampur meski bertemu di aliran yang sama.

“Air dari Desa Mirah dan Golan memang nggak bisa campur. Biasanya terlihat saat musim kemarau,” ungkapnya sebagaimana dilansir dari Solopos, Senin (16/5/2022).

Bagaimana bisa air yang biasanya mudah tercampur sampai nggak bisa bersatu? Terkait dengan hal ini, warga dari kedua desa meyakini adanya cerita legenda dari Babad Ponorogo. Konon, pada 1440-an, hduplah seorang laki-laki bernama Joko Lancur, dia adalah anak dari Ki Ageng Honggolono.

Ki Ageng Honggolono, tokoh dari Desa Golan. (Detik/Charolin Pebrianti)
Ki Ageng Honggolono, tokoh dari Desa Golan. (Detik/Charolin Pebrianti)

Joko yang hobi sabung ayam itu pengin mengadu ayamnya. Sayangnya, ayam berjenis wiring kuning itu justru kabur ke Desa Mirah yang kini masuk dalam wilayah Desa Nambangrejo. Tatkala mencari ayam tersebut, dia terpesona saat melihat Mirah Putri Ayu, anak Ki Ageng Honggojoyo alias Ki Ageng Mirah.

Saat pengin mempersunting Mirah, Ki Ageng Honggojoyo memberikan syarat yang cukup berat bagi Joko Lancur jika pengin lamarannya diterima, yaitu Joko harus mengairi seluruh sawah yang ada di Desa Mirah dalam semalam. Nggak disangka, ayah Joko, Ki Ageng Honggolono menyanggupi permintaan itu dengan membendung Sungai Sekayu.

Tatkala syarat ini terpenuhi, Ki Ageng Honggojoyo memberikan syarat lagi, yaitu Joko menyediakan lumbung yang dipenuhi kedelai. Syarat yang aneh ini membuat ki Ageng Honggolono mulai jengkel. Tapi dia menyanggupinya.

Tapi, bukannya mengisi penuh lumbung dengan kedelai, Ki Ageng Honggolono memenuhinya dengan kawul atau jerami. Kedelai hanya ditabur di atas kawul tersebut. Saat Ki Ageng Honggojoyo mengetahuinya, keduanya kemudian bertengkar dan meneriakkan sumpah serapah yang mempengaruhi kehidupan dan kepercayaan kedua warga desa hingga sekarang.

“Warga Desa Golan percaya kalau mereka menyimpan kawul, pasti langsung terbakar. Sementara itu, warga Desa Mirah nggak lagi bisa menanam kedelai di sawah. Kedua warga desa juga nggak akan bisa menikahi satu sama lain,” lanjut Santoso.

Nggak disangka ya, Millens, perseteruan dua keluarga bisa berujung pada nggak bisa bersatunya warga Desa Golan dan Mirah di Ponorogo. (Arie Widodo/E05)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved