Inibaru.id - Jepara sore itu seperti menahan napasnya. Langkah-langkah kecil mulai mengalir pelan di pelataran Masjid Astana Sultan Hadlirin, seolah bumi turut bersiap menyambut sesuatu yang telah lama tertidur.
Matahari tergantung malas di balik tirai awan tipis, menebar cahaya keemasan yang jatuh hangat di antara harum kayu jati dan tanah basah; aroma masa lalu yang diam-diam menyelinap ke hidung siapa pun yang lewat.
Di halaman masjid itu, sejarah bukan hanya dikenang. tapi juga dibangkitkan. Bukan dari batu nisan atau lembaran buku, tetapi dari ingatan kolektif yang mulai dijahit kembali lewat tangan-tangan yang rindu akan jejak peradaban; disatukan dalam Museum Pop-up Ratu Kalinyamat: Pejuang Bahari Nusantara.
Sedikit informasi, museum pop-up adalah sebuah pameran sementara yang biasanya fokus pada pengalaman unik dan interaktif. Tema pameran ini biasanya relevan dengan tren terkini, lokasi yang nggak biasa, dan acap menekankan pada aspek pengalaman pengunjung.
Dari berbagai penjuru, orang-orang berjejal seperti ditarik oleh magnet sejarah bagitu museum tersebut dibuka pada akhir April lalu. Anak-anak dengan orang tua mereka, remaja dengan kamera di tangan, dan para ibu yang masih menenteng mukena selepas berjemaah di Masjid Mantingan, menyeruak masuk.
Sosok dari Cerita Rakyat

Mereka disatukan dalam rasa penasaran sama; penasaran pada bentuk museum dan Ratu Kalinyamat yang menjadi subjek utamanya. Sebagai orang Jepara, mereka tahu sosok pahlawan tangguh yang namanya menggema di seluruh Nusantara itu, tapi hampir nggak pernah membayangkan bagaimana wujudnya.
Museum mungil di samping masjid itu mendadak menjadi jendela besar yang membuat pengunjung bisa melongok ke masa lalu, menjangkau masa keemasan sang Ratu yang semula hanya didengar dari cerita rakyat atau legenda tanpa tahu kebenaran kisahnya.
Baca Juga:
Pantik Semangat Maritim lewat Pameran 'Ratu Kalinyamat: Pejuang Bahari Nusantara' di JeparaDi antara pengunjung, ada Bupati Jepara Witiarso Utomo yang tampak berdiri dengan senyum lebar di sisi Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat. Bersama keduanya, ada Wakil Ketua DPRD Jepara Pratikno dan perwakilan Yayasan Dharma Bakti Lestari, Nurhidayat.
Bersama-sama, keempat sosok tersebut secara bergantian menyambut pengunjung sekaligus membuka pameran. Dengan penuh kekaguman, mereka membaur bersama masyarakat, menikmati keindahan sejarah dari sosok perempuan perkasa yang pernah memimpin Jepara pada abad ke-16.
Museum yang Bergerak dan Bersuara

Rainha de Japora Senhora Poderosa e Rica atau "Ratu Jepara yang kaya dan berkuasa", begitu orang-orang Portugis menyebut Ratu Kalinyamat dalam naskah pelayaran yang kini turut dipamerkan di museum yang akan dibuka hingga 24 Juni 2025 tersebut.
Oya, jangan bayangkan tempat ini sebagaimana kebanyakan museum yang berupa bangunan tua berkubah tinggi yang di dalamnya tersimpan pelbagai artefak dan benda tua yang diam. Sebaliknya, ia hidup; bergerak, bercerita, dan bersuara.
Ilustrasi-ilustrasi karya Nano Warsono, seniman asal Jepara yang juga akademisi, menyajikan kisah Ratu Kalinyamat dalam visual yang menggugah. Dengan riset yang dalam, Nano mengkaji bentuk kapal, pakaian, dan ornamen dari abad ke-16, lalu merakit ulang imajinasi pertempuran Jepara melawan Portugis di Selat Malaka. Hasilnya, gambar-gambar yang bukan sekadar menarik mata, tapi menggugah batin.
“Ini baru permulaan,” ujar Wiwit, sapaan akrab Bupati Jepara Witiarso, dalam sambutannya, yang kemudian mengungkapkan bahwa sudah ada diskusi dengan Wakil Menteri Kebudayaan untuk membuat film tentang Ratu Kalinyamat; sebuah langkah lanjutan agar sosok tersebut juga menjangkau lebih banyak kaum muda.
Kisah Sejarah dalam 'Bahasa' Sederhana

Lestari Moerdijat, tokoh di balik proses panjang pengusulan Ratu Kalinyamat sebagai Pahlawan Nasional, yang kemudian resmi disahkan pada 2023, berharap pameran ini bisa menjadi jembatan emosional antara masa lalu dengan masa depan.
Bersama Yayasan Dharma Bakti Lestari, dia menginisiasi pameran bertajuk Inspirasi Sejarah Bahari Ratu Kalinyamat, menggandeng berbagai pihak seperti Sahabat Lestari dan Suar Bahri Kultura.
Pameran yang dirancang untuk berlangsung selama dua bulan itu menghadirkan kombinasi antara sejarah primer, yakni naskah Portugis asli, buku sejarah, dan artefak bahari; dengan pendekatan kekinian. Ada layar interaktif, sudut ilustrasi anak-anak, hingga cerita sejarah yang dituturkan ulang dalam bahasa sederhana.
Semuanya merujuk pada satu tujuan: membuat sejarah terasa dekat, bahkan akrab. Sekelompok anak SD yang mendatangi pameran pun tampak betah dan nyaman menikmatinya. Mata mereka menyisir pelan lukisan dan salinan dokumen dengan rasa ingin tahu yang menyala.
Menuju Museum Permanen

Anak-anak yang bertandang ada yang mencatat, ada yang bertanya kepada guru mereka tentang siapa sebenarnya Ratu Kalinyamat. Dalam tawa mereka, dalam kerutan kening karena berpikir, semacam benih telah ditanam, yang mungkin kelak akan tumbuh sebagai kesadaran sejarah yang lebat dan berbuah.
Nurhidayat dari Yayasan Dharma Bakti Lestari mengungkapkan, kehadiran pameran ini bukanlah semata bentuk bentuk penghormatan terhadap Ratu Kalinyamat, tetapi juga langkah awal menuju kehadiran museum permanen di area makam Ratu Kalinyamat.
“Kami ingin sejarah tidak hanya jadi cerita, tapi jadi inspirasi,” tuturnya sesaat setelah museum resmi dibuka. “Sejarah bukan hanya milik masa lalu, tapi juga jalan kita melangkah ke depan.”
Maka, begitulah Museum itu mulai dibuka. Selama dua bulan ke depan, Ratu Kalinyamat akan menyambutmu di pelataran masjid tua di Mantingan untuk membuaimu dalam kisah Jepara masa lalu dengan kekuatan maritimnya yang ditakuti hingga daratan Eropa. (Imam Khanafi/E03)