inibaru indonesia logo
Beranda
Tradisinesia
Menyelami Kisah Retna Kencana yang Tersemat dalam Sendratari Ratu Kalinyamat
Rabu, 30 Apr 2025 17:56
Bagikan:
Pertapaan Retna Kencana di Donorojo. (Inibaru.id/ Alfia Ainun Nikmah)

Pertapaan Retna Kencana di Donorojo. (Inibaru.id/ Alfia Ainun Nikmah)

Di Pendopo RA Kartini Jepara, masyarakat tampak menyelami kisah Retna Kencana yang dimainkan dengan apik dalam Pentas Sendratari Ratu Kalinyamat.

Inibaru.id - Kabar kematian Sultan Hadirin benar-benar menjadi pukulan berat bagi Retna Kencana. Demi lebih mendekatkan diri kepada Ilahi, sang ratu dari Jepara itu pun bertapa di Donorojo dengan menanggalkan segala tahta dan gelar bangsawan yang tersemat di pundaknya.

Laku yang kemudian dikenal sebagai "tapa wudha (bertapa telanjang)" benar-benar digambarkan begitu menawan dalam Pentas Sendratari Ratu Kalinyamat yang digelar di Pendopo RA Kartini Jepara pada awal April 2025 lalu tersebut.

Sedikit informasi, Retna Kencana adalah nama asli Ratu Kalinyamat, yang dalam pergelaran itu dimainkan oleh Fatika Jovanka Syacahtira. Duduk di atas batu, dia mengenakan kain putih polos, sementara para dayang yang menemani melenggak-lenggokkan kain hitam putih mengelilinginya.

Retna Kencana terdiam, tapi mimik mukanya menunjukkan ekspresi kecemasan. Dia tengah merisaukan penindasan yang dilakukan bangsa Portugis terhadap orang-orang bumiputera di Nusantara. Saat itulah dia tersadar bahwa jalan hidupnya adalah menjadi pemimpin, yang sekaligus menjadi bentuk pengabdiannya.

"Dengan mengabdikan diri sepenuhnya, Tuhan, apakah itu salah? Seorang pemimpin harus memiliki sifat Hastra Brata," seru Fatika, menandai berakhirnya pertapaan dan bermulanya kepemimpinan Ratu Kalinyamat.

Menjadi Ratu Kalinyamat

Para prajurit Ratu Kalinyamat bersiap melawan para penjajah (Alfia Ainun Nikmah)
Para prajurit Ratu Kalinyamat bersiap melawan para penjajah (Alfia Ainun Nikmah)

Perubahan antara kesedihan dan perasaan duka cita menjadi keinginan untuk berjuang dan memenangkan peperangan digambarkan dengan apik dalam sendratari yang dimainkan Sanggar Tari Mutia Vie dalam acara pembuka prosesi Kirab Buka Luwur Makam Pangeran Hadlirin dan Ratu Kalinyamat tersebut.

Di hadapan Bupati Witiarso Utomo dan jajaran pejabat daerah Jepara, Fatika tampak anggun mengenakan baju kebesaran sang ratu yang beranjak dari pertapaannya, lalu memerintahkan kedua keponakannya, yakni Semangkin dan Prihatin untuk berzirah dan mengangkat senjata.

Tak hanya memerintah, Ratu Kalinyamat pun turut serta menghunus keris, bersanding dengan para prajurit yang menyandang pedang, tombak, dan panah untuk berperang melawan penjajah yang bersenjatakan pistol dan senapan; menjadi gambaran perlawanan armada Jepara melawan Portugis di Malaka.

Peperangan yang digambarkan sangat rancak ini pun disambut dengan tepuk tangan riuh dari para penonton, seolah hati mereka turut tersulut oleh kemarahan yang ditunjukkan Ratu Kalinyamat.

"Hasta Brata. Pemimpin harus seperti matahari yang panas, tapi jadi sumber kehidupan; bintang yang memberi petunjuk bagi rakyat; bulan yang menerangi; awan yang meneduhkan, angin segar untuk rakyat; bumi yang memberi pijakan meski dihina; samudera yang menampung semua aspirasi; serta api yang adil membakar dalam memberikan hukuman," seru sang Ratu.

Menyerahkan Kain Pengganti Luwur 

Lakon Ratu Kalinyamat diarak menuju makam untuk melakukan buka luwur (Alfia Ainun Nikmah)
Lakon Ratu Kalinyamat diarak menuju makam untuk melakukan buka luwur (Alfia Ainun Nikmah)

Setelahnya, sendratari yang disaksikan oleh ribuan warga Jepara itu pun selesai. Rombongan Ratu Kalinyamat kemudian berarak menuju Masjid Mantingan, tempat sang ratu dimakamkan bersama suaminya. Di lokasi tersebut, Ratu Kalinyamat mengangsurkan kain mengganti luwur kepada kepala daerah setempat.

Penyerahan kain ini dimaknai sebagai penyerahan estafet kepemimpinan dari dirinya kepada pemimpin selanjutnya, sekaligus pelimpahan nilai perjuangan sang Pahlawan Nasional yang memimpin Jepara pada abad ke-16 tersebut.

“Di tengah gegap gempita modernitas, Jepara tetap tahu ke mana harus pulang; yakni kepada akar sejarah, jejak perjuangan, dan doa-doa para leluhur," tutur Wiwit, sapaan akrab Bupati Jepara Witiarso Utomo. "Dari sanalah masa depan dibentuk.

Dalam sambutannya, Wiwit menilai Kirab Ratu Kalinyamat bukanlah semata ritual tahunan, tapi secara simbolik merupakan pengingat masyarakat terkait sejarah kota tersebut dan pentingnya melestarikan tradisi yang telah mengakar kuat di wilayah berjuluk Kota Ukir itu.

Salsabila, seorang warga Jepara yang turut membersamai seluruh prosesi kirab, mulai dari Sendratari Ratu Kalinyamat hingga Buka Luwur di Makam Mantingan mengungkapkan perasaan bangganya sebagai bagian dari kota yang pernah dipimpin oleh putri dari Raja Demak Sultan Trenggana tersebut.

“Membayangkan masa dulu, Ratu Kalinyamat adalah sosok perempuan hebat yang bahkan bisa melawan penjajah. Saya bangga setelah tahu bahwa Ratu Jepara bisa sehebat itu. Semoga orang Jepara benar-benar bisa mewarisi semangat ini,” ungkap perempuan 23 tahun ini.

Seluruh Prosesi Kirab Ratu Kalinyamat bisa kamu saksikan lagi tahun depan. Namun, kamu juga bisa mengetahui lebih detail terkait ratu yang dijuluki rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame oleh Portugis ini dengan berkunjung ke Pameran "Pejuang Bahari Nusantara" yang tengah berlangsung di Masjid Mantingan. Acaranya keren juga, lo! (Alfia Ainun Nikmah/E03)

Tags:

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2025 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved