Inibaru.id – Ramadan tahun ini memang beda dari Ramadan sebelumnya. Maklum, pandemi sudah mulai mereda sehingga sektor ekonomi pun kembali menggeliat. Hal inilah yang dialami oleh perajin kolang-kaling di Kota Semarang. Mereka tersenyum lebar karena kolang-kalingnya laris di pasaran.
Kolang-kaling biasanya dijadikan salah satu bahan kolak. Kamu tahu sendiri kan, Millens, kolak adalah salah satu menu favorit masyarakat Tanah Air untuk berbuka puasa. Karena alasan inilah, kolang-kaling selalu diburu di bulan Ramadan.
Kota Semarang punya sentra kerajinan kolang-kaling di Kampung Jatirejo, Kecamatan Gunungpati. Sejak awal Ramadan, terlihat perajin kolang-kaling lebih sibuk dari biasanya karena membludaknya pesanan.
“Masa produksi paling bagus itu ya bulan puasa. Yang mborong banyak dan harganya juga naik. Maka kita juga datangkan stok buah aren lebih banyak,” ujar salah seorang perajin kolang-kaling, Salim, Senin (4/4/2022).
Perajin lainnya, Suripah, juga terlihat sibuk mengolah kolang-kaling. Dia mengaku senang karena permintaan kolang-kaling kembali meningkat. Maklum, selama dua tahun sebelumnya, tepatnya saat pandemi, kolang-kaling yang nggak laku mencapai 2 ton. Akibatnya dia harus merugi puluhan juta rupiah. Kini, dia pun bersiap mengolah 10 ton kolang-kaling dalam semusim.
Nggak hanya para perajin yang merakan berkah Ramadan, para penjual kolang-kaling juga ikut berbahagia. Salah seorang penjual kolang-kaling di Pasar Boyolali Kota, Aris mengaku bisa menjual 3 sampai 5 kilogram kolang-kaling dalam sehari. Setiap kilogramnya dihargai Rp 18 ribu.
“Biasanya warga membeli setengah kilogram. Namun, beli berapa pun, tetap saya layani,” terangnya Selasa (5/4).
Sejak Kapan Kolang-Kaling Dikonsumsi Orang Indonesia?
Sebenarnya, nggak ada yang tahu sejak kapan kolang-kaling dikonsumsi orang Indonesia. Namun, sejumlah cerita rakyat di Tanah Air membuktikan kalau kolang-kaling sudah dikonsumsi sejak zaman kerajaan alias sebelum penjajah dari Eropa tiba.
Salah satu cerita rakyat itu berasal dari Suku Rejang, Bengkulu. Di sana, pohon enau atau aren dikenal sebagai pohon sedaro putih. Nama ini berasal dari cerita legenda Putri Sedaro Putih.
Jadi, sang putri yang sangat disayangi kakak-kakaknya mendapatkan mimpi akan meninggal di usia muda. Nah, makamnya nanti akan tumbuh pohon yang berguna. Mimpi itu benar-benar terjadi dan di makam sang putri, tumbuh pohon yang belum ada sebelumnya.
Pohon itu ternyata bisa dijadikan bahan gula, minuman, hingga berbuah kolang-kaling atau yang menurut Suku Rejang disebut sebagai beluluk. Buah ini dijadikan bahan makanan dan campuran minuman. Nah, kabarnya, sejak saat itulah orang Suku Rejang mulai mengonsumsinya.
Selain itu, kisah pertemuan Sunan Bonang dan Sunan Kali Jaga juga terkait dengan kolang-kaling. Kabarnya, sebelum memeluk Islam dan jadi murid Sunan Bonang, Sunan Kali Jaga yang bernama asli Raden Mas Said akan merampoknya. Nah, dengan kesaktiannya, Sunan Bonang mengubah kolang-kaling yang menggantung jadi pohon emas sehingga Raden Mas Said nggak jadi merampoknya.
Takjub akan kesaktian Sunan Bonang, Raden Mas Said insaf dan memilih untuk memperdalam agama kepadanya.
Wah, ternyata cerita asal usul kolang-kaling sangat unik ya, Millens. Omong-omong, apa kamu juga suka mengonsumsinya saat buka puasa? (Are,Kum,Sin,Jat,Tvo/IB09/E05)