Inibaru.id - Tanggal 8 syawal dikenal dengan bodo kupat atau lebaran ketupat bagi masyarakat Jawa Tengah. Beberapa daerah di Jawa Tengah merayakan bodo kupat dengan berbagai tradisi. Salah satunya, tradisi kenduri dengan menyantap ketupat serta lepet secara bersama-sama. Di wilayah Semarang, hal ini disebut dengan metokan. Yaitu dengan membawa ketupat serta lauknya dari rumah dan menyantapnya bersama-sama setelah diawali dengan doa di masjid terdekat.
Warga laki-laki mempersiapkan gunungan ketupat. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)
Tradisi ini lekat dengan bulan syawal atau lebaran. Biasanya, masyarakat yang masih memegang teguh budaya ini akan memasak secara mandiri ketupat dan lauk yang akan mereka gunakan untuk kenduri. Namun berbeda dengan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar Hutan Wisata Tinjomoyo. Secara bersama-sama, masyarakat di sekitar desa wisata ini memasak ketupat, lepet, lontong dan lauknya secara gotong royong.
Dalam acara Pesta Kupat Lebaran yang diselenggarakan oleh Pengelola Hutan Wisata Tinjomoyo, masyarakat ikut berpartisipasi dengan mempersiapkan hidangan yang akan disajikan. Menurut Rumini, warga desa Tinjomoyo, dia dan masyarakat sekitar Desa Tinjomoyo ini mempersiapkan segala keperluan semenjak malam hari. “Dari tadi malam, sampai nggak tidur,” katanya sambil mengaduk masakan buatannya.
Proses pemasakan lauk menggunakan tungku kayu. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)
Terlihat beberapa orang terdiri dari warga umum dan pengelola bekerja sama untuk menata ketupat dan lepet yang didapat dari pedagang dan masyarakat sekitar. Sementara warga perempuan berkutat di dapur dengan tungku kayu untuk memasak lauk. Suasana memasak bersama-sama seperti ini lazim disebut sambatan oleh warga di Jawa Tengah.
Sambatan merupakan istilah Jawa yang berarti goyong royong. Bagi masyarakat pedesaan, kata ini lazim untuk menyebut gotong royong warga setempat untuk membantu memasak ketika hajatan maupun membantu tetangga rumah secara sukarela.
Acara yang baru kali pertama digelar di Hutan Wisata Tinjomoyo ini nyatanya mampu membawa atmosfer guyub rukun antara masyarakat di sekitarnya. Terbukti dengan keterlibatan masyarakat sekitar yang bekerjasama menyiapkan hidangan yang akan dibagikan secara gratis kepada pengunjung.
Wah, semoga tradisi guyub rukin antar warga seperti ini nggak akan hilang ya, Millens! (Zulfa Anisah/E05)