Inibaru.id – Menjelang 1 Suro, sebagian warga Semarang, khususnya yang berada di Kampung Bendanduwur, Kecamatan Gajahmungkur, biasa disibukkan dengan Tradisi Kungkum yang berlangsung di sekitar Tugu Soeharto. Nggak hanya dihadiri peserta ritual, tradisi yang tahun ini digelar pada Senin (10/9/2018) tersebut juga dipadati para penonton.
Yap, alih-alih kungkum atau berendam, nggak sedikit penoton yang sengaja datang hanya untuk menonton kemeriahan acara itu. Dina adalah seorang di antaranya. Perempuan yang beberapa kali mendatangi ritual tersebut memang menyengaja datang untuk sekadar merasakan suasana ramai Tradisi Kungkum.
Perempuan 38 tahun itu mengatakan, beberapa tahun terakhir, ritual berendam di Tugu Soeharto jauh berbeda dengan situasi belasan tahun lalu.
“Sekitar 2000-an, acara rendeman lebih sakral dan sungainya lebih bersih ketimbang sekarang. Dulu, warga pengin berendam untuk mengharapkan berkah, kalau sekarang banyak warga, terutama anak muda, yang cuma ikut-ikutan,” tuturnya.
Warga antusias untuk menyaksikan pagelaran budaya Tradisi Kungkum, Senin, (10/9/2018). (Inibaru.id/Afriza Ardias)
Arak Gunungan
Mengawali Tradisi Kungkum, warga kawasan Bendanduwur menggelar Pawai Budaya dengan mengarak gunungan yang berlangsung pukul 15.00 WIB. Gunungan diarak dari Kelurahan Bendanduwur menuju Jembatan Tugu Soeharto. Setelah itu, rangkaian acara dilanjutkan dengan Pergelaran Wayang Kulit bersama Ki Sunu Wijaya Carita dengan lakon "Bima Suci". Acara lalu dilanjutkan dengan sajian Musik Calung.
Suharno, Ketua RW 1 Ringintelu, Kelurahan Kalipancur, Kecamatan Ngaliyan, menjelaskan, tujuan Tradisi Kungkum adalah untuk mencari keberkahan atas usaha (pekerjaan) dan kesehatan.
"Siapa saja dipersilakan mengikuti tradisi ini, termasuk yang dari luar Kota Semarang," ujarnya.
Lelaki 53 tahun tersebut kemudian menjelaskan ihwal dimulainya ritual tahunan tersebut yang erat berkaitan dengan Presiden Kedua RI Soeharto. Kala itu, ungkap Suharno, Soeharto yang masih berpangkat kolonel, diberitahu guru spiritualnya untuk mengadakan pertemuan di sungai yang merupakan pertemuan aliran Kali Garang dengan Kali Kreo.
"Untuk mengenang sejarah tersebut, dibangunlah tugu. Persemian tugunya akhir September 1965,” lanjut Suharno.
Dia menambahkan, tradisi itu diperuntungkan bagi warga luar kota untuk mencari keberkahan atas usaha maupun dalam menjalani kehidupan sehari-hari agar nggak ada hambatan.
Nah, Millens, terlepas kamu mau percaya atau tidak dengan ritual tersebut, Tradisi Kungkum sebenarnya bisa menjadi potensi wisata tradisi di Kota Lunpia juga, lo, asal dikemas dengan baik. Terus, karena ritual diadakan di sungai, tradisi ini juga bisa digunakan untuk kampanye merawat kebersihan sungai di sekitar Tugu Soeharto. Semua senang, bukan? (Afriza Ardias/E03)