Inibaru.id – Saat kamu berkunjung ke Kabupaten Magelang, khususnya di sekitar lereng Merapi Merbabu, mungkin kamu bakal menjumpai satu pertunjukan unik bernama Topeng Ireng. Tarian ini biasa digelar pada upacara bersih desa, kirab budaya, festival rakyat, gelaran seni tradisi dan budaya lainnya.
Gerakan tari ini menyerupai pencak silat, lantaran konon tarian tersebut semula memang merupakan gerakan silat. Masyarakat menyamarkannya menjadi tarian yang diiringi gamelan dan rebana karena latihan silat dilarang dilakukan pada masa kolonial Belanda.
Nama Topeng Ireng berasal dari ungkapan Jawa “Toto Lempeng Irama Kenceng”. Toto artinya menata, lempeng berarti lurus, irama berarti nada, dan kenceng berarti keras.
Karena itu, dalam pertunjukan Topeng Ireng para penarinya berbaris lurus dan diiringi musik berirama keras dan penuh semangat.
Tarian ini sebagai wujud pertunjukan seni tradisional yang memadukan syiar agama Islam dan ilmu beladiri atau pencak silat.
Nggak heran, Topeng Ireng selalu diiringi dengan musik yang rancak dan lagu dengan syair islami.
Selain sebagai syiar Islam, pertunjukan Topeng Ireng juga menggambarkan tentang kehidupan masyarakat pedesaan yang tinggal di lereng Merapi Merbabu.
Gerakannya yang tegas menggambarkan kekuatan fisik yang dimiliki oleh masyarakat desa saat bertarung maupun bersahabat dengan alam untuk mempertahankan hidup.
Topeng ireng. (Youtube)
Sebelum dikenal dengan nama Topeng Ireng, seni pertunjukan ini dikenal dengan nama kesenian Dayakan. Ini lantaran kostum yang digunakan para penari, terutama pada bagian bawah menyerupai pakaian adat suku Dayak.
Namun, lantaran kata Dayakan dinilai mengandung unsur SARA, sekitar 1995 kesenian ini diubah menjadi Topeng Ireng. Namun, sejak tahun 2005 nama Dayakan dipopulerkan lagi sehingga menjadikan kesenian ini dikenal dengan dua nama: Topeng Ireng dan Dayakan.
Daya tarik utama kesenian Topeng Ireng terletak pada kostum para penarinya yang dipenuhi hiasan bulu warna-warni serupa mahkota kepala suku Indian.Riasan wajah dan pakaian para penarinya pun setali tiga uang: berumbai-rumbai dan penuh dengan warna-warna ceria.
Sementara, kostum bagian bawahnya seperti pakaian suku Dayak dengan rok berumbai-rumbai. Sementara, pada bagian alas kaki, penari biasanya mengenakan sepatu gladiator atau sepatu bot dengan gelang kelintingan yang menciptakan suara riuh bergemerincing.
Hm, sepertinya menarik untuk dilihat! Kalau punya waktu, saksikan sendiri keseruan mereke, Millens! (IB20/E03)