Inibaru.id – Pelajaran yang sangat berharga saya dapatkan ketika mendatangi Kelenteng Tek Hay Bio. Disini saya belajar terkait arti penting menghormati leluhur. Umat Tionghoa diajarkan untuk jangan sampai melupakan asal-usul. Mereka diajarkan untuk mengingat orang-orang yang berjasa karena di situ ada nilai-nilai bakti.
Ibadah dan bentuk penghormatan umat Tridharma. (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)
Bukti bakti tersebut mewujud dengan berdirinya Kelenteng Tek Hay Bio hingga sekarang. Kelenteng Tek Hay Bio memiliki nama lain Kelenteng Sinar Samudra. Dalam sejarahnya kelenteng ini dibangun untuk menghormati sosok Tionghoa lokal bernama Kwik Lak Kwaa yang\nberperang melawan penjajahan Belanda.
Kelenteng ini adalah kelenteng pahlawan kita yang pernah berjuang melawan Belanda. Kisah ceritanya waktu zaman masih Belanda, kita pahlawan Tionghoa juga berjuang melawan penjajah. Mengusir penjajah dari tanah air. Dia akhirnya dikenang jasa-jasanya di sini untuk dihormati oleh anak-anak cucunya, kata Hong, umat Tridharma di kelenteng tersebut.
Hong menambahkan jika nggak ada pahlawan, hidup nggak akan sedamai ini. Sehingga orang Tionghoa khususnya umat Tridharma nggak lupa untuk\nmenghormati dan memuja Dewa-Dewi. Terutama Dewi Kwan Im, Buddha, dan banyak nabi-nabi Taoisme.
Kalau di Indonesia ada Hari Pahlawan yang dilakukan setahun sekali untuk menghormati leluhur, jika orang Tionghoa kami menghormati leluhur setiap hari,” jelas Hong. Dari mata dan gaya ucapannya saya bisa melihat betapa leluhur memiliki ruang yang istimewa.
Rupang Dewa-Dewi. (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)
Hal yang sama diungkapkan pula oleh umat Tridharma Kelenteng Tek Hay Bio yang lain bernama Ardian Cangianto. Bentuk penghormatan semisal ditunjukkan dengan "pai". Pai pertama untuk menghormati langit dan bumi, pai kedua menghormati leluhur, pai ketiga menghormati para guru.
Kita kan hidup di antara langit dan bumi, kita juga\nmenghormati lelulur. Kita pinter kan karena ada guru, kita bisa makan. Makan saja diajarin, maka kita menghormati. Guru itu bukan guru formil, guru itu siapa saja. Mungkin orang yang ngasi tahu kamu harus berbuat apa itu juga guru. Kita berterima kasih, ujarnya.
Hewan mitologi kelenteng yang melambangkan makna penghormatan tertentu. (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)
Ardian melanjutkan, bahwa segala hal sebenarnya memiliki bibit-bibit Tuhan. Ketika seseorang menghormati alam, orang tua, dan orang lain, artinya sama dengan menghormati Tuhan.
Selama memiliki kebaikan untuk umat manusia atau bagi alam semesta, dari situ kita bisa memahami hakikat ketuhanan. Kalau kita bisa menghormati yang lain-lain, kita bisa menghormati Tuhan kan. Banyak orang bisa menghormati Tuhan, tapi nggak bisa menghormati orang lain kan, pungkasnya tajam.
Wah, ajaran-ajarannya sangat mendalam sekali ya, Millens. (Isma Swastiningrum/E05).