Inibaru.id – Di balik rimbunnya pepohonan dan sunyinya perbukitan Karangtengah, Imogiri, Bantul, Yogyakarta, tersembunyi sebuah tempat yang menyimpan cerita legenda klasik yang dipercaya warga.
Namanya Situs Watu Wedok, sebuah mata air yang diyakini menjadi jejak perjalanan seorang raja besar dari Kesultanan Mataram Islam, Sultan Agung.
Untuk bisa sampai ke sana, kamu mesti berkendara sekitar 50 menit dari pusat kota Yogyakarta, menempuh jarak sekitar 22 kilometer lewat Jalan Imogiri Barat. Tapi jangan bayangkan akses jalannya akan mulus atau mudah dilewati.
Sesampainya di Dusun Mojolegi, Kecamatan Karangtengah, kamu akan dihadapkan dengan jalur menanjak, sempit, dan berliku. Sebuah perjalanan kecil yang seolah menguji niat, apakah kamu benar-benar ingin datang, atau hanya sekadar lewat.
Sesampainya di lokasi, rasa lelah akan tergantikan oleh suasana magis yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Di antara rindangnya hutan dan udara yang segar, berdiri sebuah batu besar dengan rekahan memanjang sekitar delapan meter. Dari celah itulah air bening mengalir yang nggak pernah kering, bahkan pada musim kemarau.
Masyarakat sekitar menyebutnya sebagai “Watu Wedok” karena bentuk rekahan batu yang menyerupai alat kelamin perempuan. Nama ini bukan sekadar sebutan fisik, tapi juga menyiratkan simbol kesuburan dan kehidupan.
Lebih dari itu, Watu Wedok diyakini sebagai tempat bersemayamnya energi spiritual yang kuat.
Sebagaimana dinukil dari Bacajogja (7/3/2025), menurut cerita yang diwariskan secara turun-temurun, Sultan Agung yang memerintah Mataram dari 1613 hingga 1645 pernah melewati kawasan ini bersama para abdi dalemnya seperti Kiai Ambasekar, Nyai Ambarsari, dan Kiai Loso untuk mencari lahan untuk dijadikan kompleks makam para raja.
Di tengah-tengah perjalanan, mereka dilanda kehausan luar biasa. Sultan Agung pun menancapkan tongkatnya ke atas batu, lalu menyeretnya. Dari bekas goresan itulah air memancar. Ajaib? Mungkin. Tapi itulah keyakinan yang hidup di tengah masyarakat.
Situs ini juga dikelilingi makam tokoh-tokoh penting seperti Kiai Sekarsari, Nyai Ambarsari, dan Pangeran Bendo, serta Musala Gaib Cempluk Nangka yang konon hanya “muncul” pada waktu-waktu tertentu.
Makanya, nggak mengherankan jika tempat ini nggak hanya dikunjungi oleh pencinta sejarah dan petualang, tapi juga peziarah yang mencari ketenangan batin dan harapan spiritual.
Beberapa pengunjung bahkan ada yang membawa pulang air dari sumber tersebut, karena mereka percaya air ini membawa berkah.
Watu Wedok bukan cuma tentang batu dan air. Ada cerita legenda yang diyakini warga sekitar. Jika kamu merasa terpanggil untuk bertandang, datanglah dengan hati yang lapang dan rasa hormat yang dalam. Sebab, di Imogiri, sejarah dan spiritualitas masih saling berbicara dalam diam. Setuju, Millens? (Arie Widodo/E10)