Inibaru.id - Di Kota Semarang, ada sebuah klub sepak bola bernama Sport Supaya Sehat (SSS). Asal kamu tahu, klub SSS ini usianya lebih tua dari PSIS Semarang. Bahkan sudah ada sebelum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) lahir, lo.
Dalam perjalanannya, SSS lebih dikenal sebagai pusat pembinaan sepak bola dengan reputasi apik. Nggak heran kalau klub tersebut sering menelurkan pemain-pemain profesional di Liga Indonesia, khususnya PSIS Semarang.
Saya mencoba menelusuri jejak kelahiran SSS dengan menemui Samsuri. Laki-laki berusia 64 ini termasuk orang yang dituakan di SSS. Dia merekam riwayat SSS sejak terbentuk.
Kata Samsuri, SSS awalnya hanya sebuah perkumpulan sepak bola biasa beranggotakan pemuda-pemuda Kota Semarang. Samsuri kemudian menyodorkan sebuah arsip sejarah yang sudah dicatatkan oleh pendahulunya yang bernama Djawahir.
“Dulu masih pakai lapangan yang di Lapangan Krakatau, letaknya di Jalan dr Cipto yang sekarang jadi pom bensin,” ujarnya.
Bicara tentang berdirinya SSS nggak bisa lepas dari Eling. Dia adalah seseorang yang memprakarsai klub sepak bola ini berdiri. Dengan inisiatif sederhana yakni berolahraga bersama sejumlah pemuda, pada 28 Mei 1928 perkumpulan ini lahir.
Kala itu nama awalnya adalah “Tot Ons Doel” yang artinya kurang lebih “untuk tujuan bersama”. Kemunculan tim ini, sekaligus menjadi pengobar semangat bagi kaum pribumi. Sebab ketika Kota Semarang masih dalam kungkungan Belanda, olahraga nggak leluasa.
“Setelah TOD itu ada beberapa tim juga yang menyamai, akhirnya diganti nama menjadi SSS. Awalnya bukan 'Sport Supaya Sehat' seperti sekarang, tapi masih dalam bahasa Belanda,” jelas Samsuri.
Samsuri benar. Tatkala tim-tim lain mulai bermunculan dengan nama yang sama barulah TOD berubah nama menjadi, “Sport Stal Spieren”. Artinya hampir sama seperti Sport Supaya Sehat.
Dalam catatan arsip SSS, pada saat itu bermain bola nggak seperti sekarang. Sebelum bermain, para penggawa bersama-sama mencangkuli rumput lapangan yang panjang.
Soal style para pemain juga bisa dibilang sangat sederhana. Mereka nggak pakai sepatu atau baju bola. Meski kostum yang dipakai ketika latihan atau bertanding jauh dari kesan estetik, kegiatan mereka tetap jadi tontonan masyarakat saban sore.
Lambat laun, SSS mendapat banyak perhatian. Mulai muncul juga tim-tim lain hingga akhirnya para cendekiawan dan dokter bersepakat untuk membentuk tim yang mengatasnamakan Kota Semarang.
Pada
1930 berdirilah "Voetbal Bond Indonesia (VIS)" yang memiliki home base di Lapangan Karimata yang kini digunakan untuk penyedotan
banjir Barito. Tim-tim lain yang juga ikut andil membentuk VIS antara lain, Romeo, PSKM, REA, MAS, PKVI, NAGA, RIM, dan RDS.
Pasca-VIS terbentuk pada 19 April 1930, Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) lahir. PSSI menjadi federasi yang membawahi semua tim-tim liga Indonesia. Dua tahun kemudian atau tepatnya 18 Mei 1932, VIS berubah nama menjadi Persatuan Sepakbola Semarang (PSIS).
“Banyak pemain hebat lahir dari sini. Yang saya ingat ada Joko Yogianto, Ridwan (PSIS era 80-an), Eko Purjianto, M Ridwan, dan Dwi Candra,” kata Samsuri. FYI, Samsuri juga pernah memperkuat PSIS Semarang era 80-an.
Saat ini SSS masih eksis di Kota Semarang. Anak didiknya juga sering ikut berbagai jenjang kompetisi amatir Asosiasi Kota Semarang hingga tingkat belia. Meski SSS sering dihinggapi gejolak, tapi Samsuri menyebut kalau semua itu bagian dari perjalanan sebuah tim sepakbola.
“Sudah jadi tugas para penerus untuk selalu menjaga dan jangan sekali-kali merusak,” pungkasnya.
Ternyata PSIS Semarang bermula dari sebuah perkumpulan sepak bola pemuda-pemuda Tanah Air ya, Milens. (Audrian F/E05)