inibaru indonesia logo
Beranda
Inspirasi Indonesia
Pertobatan Dua Preman di Ponpes Istighfar Tombo Ati Semarang
Rabu, 26 Apr 2023 14:00
Penulis:
Fitroh Nurikhsan
Fitroh Nurikhsan
Bagikan:
Santri Pondok Pesantren Istighfar Tombo Ati Semarang, mayoritas mantan preman yang bertobat. (Inibaru.id/Fitroh Nurikhsan)

Santri Pondok Pesantren Istighfar Tombo Ati Semarang, mayoritas mantan preman yang bertobat. (Inibaru.id/Fitroh Nurikhsan)

Dua lelaki paruh baya di Ponpes Istighfar Tombo Ati Semarang mengatakn, mereka semula adalah preman yang nggak segan menodong dan menusuk. Namun, kehidupan itu berubah semenjak

Inibaru.id - Mata Sukisno memerah menahan tangis begitu kembali mengenang masa-masa kelamnya menjadi seorang preman. Dia kini telah bertobat. Namun, sebelum menjadi santri di Pondok Pesantren Istighfar Tombo Ati Semarang. Sukisno muda dikenal sebagai pengedar dan pengguna narkoba.

Kala itu, daerah operasinya di kisaran Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang Utara, Kota Semarang. Jual beli narkoba menjadi kesehariannya. Sukisno mengatakan, akses masuk lingkaran obat terlarang diketahuinya dari teman dan lingkungan sekitar.

"Saya dari remaja sudah masuk pelabuhan. Terus, kenal narkoba jenis sabu-sabu dari sana," kenangnya dengan mimik muka penuh penyesalan kepada Inibaru.id, belum lama ini. "Gimana nggak jadi pemakai kalau kumpulnya sama bos-bos pengedar?"

Waku terus bergulir dan hati Sukisno mulai berontak. Dia merasa resah harus terus hidup dalam bayang-bayang narkoba. Setiap malam Sukisno mengaku kesulitan tidur dan terus merenung untuk meratapi kehidupannya di dunia hitam.

"Saya sudah punya istri dan anak, tapi hidup kok nggak beraturan. Saya juga pernah dipenjara karena kasus narkoba di LP Kedungpane selama enam bulan," tutur Sukisno.

Mencari Hidayah

Mantan preman di Semarang yang bertobat banyak mencari hidayah di Ponpes Istighfar Tombo Ati. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)
Mantan preman di Semarang yang bertobat banyak mencari hidayah di Ponpes Istighfar Tombo Ati. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Kondisi batin Sukisno yang terus bergejolak membuatnya teringat pada sang kakak yang sudah lebih dulu mondok di Ponpes Istighfar Tombo Ati. Tanpa pikir panjang, dia pun mengikuti jejak kakakanya datang ke ponpes tersebut untuk mencari hidayah.

"Saya tirakat dan puasa di sana; ingin menebus dosa-dosa saya untuk keluarga dan diri saya. Harapan saya nggak muluk-muluk, hanya ingin anak saya jadi orang yang benar," terangnya.

Sukisno merasa beruntung bisa dibimbing Pendiri Ponpes Istighfar Tombo Ati KH Muhammad Khuswanto. Melalui petuah kiai yang akrab disapa Gus Tanto itu, batinnya yang nggak pernah merasa tenang kini mampu dia kendalikan.

"Alhamdulillah, (sekarang) batin saya adem sekali. Bagi saya, Gus Tanto adalah sosok anutan. Beliau selalu memberi contoh yang baik di hadapan santri-santrinya," ujar Sukisno.

Kondisi nggak jauh berbeda juga dialami Ayong. Sebelum menemukan ketenangan di Ponpes Istighfar Tombo Ati, lelaki berkumis ini mengaku banyak menghabiskan waktu di jalanan. Dia juga pernah terlibat dalam berbagai aksi kejahatan seperti menodong dan membegal, selain berjudi.

Kecanduan berjudi, lanjutnya, membuatnya melakukan banyak kejahatan. Saat kalah berjudi, Ayong mengaku akan mencari "modal" dengan menghalalkan segala cara, mulai dari menodong sampai membegal kendaraan milik orang.

"Saya sering kalah berjudi. Nah, biar dapat uang, saya membegal kendaraan orang. Kalau dia ngelawan, terpaksa saya tusuk," jelasnya dengan suara yang parau. "Saya sudah lupa berapa kali membegal dan menusuk orang."

Titik Balik

Ayong (berkaus hitam) mengaku menyesali kehidupannya di dunia hitam. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)
Ayong (berkaus hitam) mengaku menyesali kehidupannya di dunia hitam. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Titik balik dalam garis hidup Ayong dimulai sekitar medio 1980-an. Kala itu sedang ramai penembakan misterius (petrus). Dia gemetar. Takut menjadi sasaran. Teman-temannya banyak yang sudah jadi korban; dirinya juga beberapa kali dicurigai polisi.

Takut kehilangan nyawa, Ayong pun berusaha memperbaiki garis hidup dengan bekerja sebagai kuli bangunan, supir truk, hingga tukang servis alat elektronik. Nah, saat menjalani profesi sebagai tukang servis itulah dia bertemu Gus Tanto.

"Saya memperbaiki kulkas milik Gus Tanto. Waktu itu, lihat Pak Yai kok rasanya nyaman dan tenang. Lalu, saya mulai ikut mengaji dan mondok di sana," ungkap Ayong. "Saya senang masih diterima baik oleh Gus Tanto."

Ayong mengaku menyesal dengan segala tindakan kejahatan yang pernah dilakukannya. Andai waktu bisa diputar, dia sangati ingin mengembalikan barang maupun uang hasil rampasannya karena nggak berkah.

"Pengin semua hasil menodong itu saya kembalikan lagi ke pemiliknya, tapi saya rasa mustahil karena udah terlalu lama. Saya mohon ampunan," ujarnya.

Ayong tak menampik, masa lalunya yang kelam karena pengaruh lingkungan. "Saya lahir di kampung yang dulu banyak orang melakukan tindakan kriminal. Judi di mana-mana," tandasnya.

Mending terlambat daripada nggak sama sekali, bukan? Semoga mereka istikamah dan pertobatan dua mantan preman Semarang melalui Ponpes Istighfar Tombo Ati ini diberi kemudahan. (Fitroh Nurikhsan/E03)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

A Group Partner of:

medcom.idmetrotvnews.commediaindonesia.comlampost.co
Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved